5 Pelajaran dari Film JUMBO, Bisa Jadi Bahan Diskusi dengan Anak

No comments
Siapa yang sudah nonton film Jumbo? Sesama orang tua, bagaimana pendapatnya? Meski kemarin sempat ada konten viral yang memberi ulasan kontra, bagi saya, film ini sangat menarik dan cocok-cocok saja ditonton oleh anak. Dalam hal ini, tentunya untuk usia anak saya 6 tahun dan 8 tahun. 

5 Pelajaran dari Film JUMBO, Bisa Jadi Bahan Diskusi dengan Anak

Jujur, awalnya saya nonton ini karena fomo. Saking larisnya, jadi penasaran. Lagi pula, jarang-jarang ada film anak di bioskop. Ternyata, filmnya memang bagus, guys! Bahkan sukses bikin saya nangis di beberapa scene. Animasinya pun keren. Sesalut itu, anak bangsa mampu membuat film yang kualitas animasinya setara Pixar (menurut saya, ya). Dan lagunya juga bikin candu. Malah sekarang saya sudah hafal saking seringnya diputar ulang. 

Sedikit demi sedikit 
Engkau akan berteman pahit
Luapkanlah saja bila harus menangis
Anakku, ingatlah semua
Lelah tak akan tersia
Usah kau takut pada keras dunia
*liriknya lebih cocok buat kita ya, Buuuun


Di tulisan ini, saya bukan hendak mengulas filmnya. Melainkan lebih kepada pelajaran apa yang dapat diambil darinya. Berhubung film Jumbo bisa ditonton anak-anak, poin pelajaran ini juga bisa dijadikan bahan diskusi menarik untuk menanamkan hal-hal baik. Malah lebih "nyatol" karena sudah diilustrasikan dalam film.

1. Bisa Jadi Ada Penyebab/Trauma yang Membuat Seseorang Menjadi Jahat

Sosok Atta yang suka mengganggu Don dan Pak Kades yang menggusur makam, ternyata punya trauma yang membuat mereka seperti itu. Bukan berarti membenarkan apa yang mereka lakukan, karena bagaimanapun kejahatan tetaplah kejahatan. Namun, ini dapat dijadikan topik diskusi menarik.  

Anak sebaiknya lebih terbuka soal apa yang mereka rasa agar tidak mengendap dan menimbulkan hal buruk ke depannya. Cocok bagi anak dengan tipe yang suka memendam perasaan. Begitu pula ketika ada teman yang jahil, andai memang ada penyebab ia berperilaku seperti itu, anak sebaiknya berusaha memahami. Kalau bisa membantu, pasti akan jauh lebih menyenangkan. Seperti Atta yang awalnya lawan, malah jadi kawan. Tentu dengan bantuan orang tua atau orang dewasa lain. Anak pun dapat berlatih untuk berpikir dengan lebih positif dan bijak.

2. Setiap Orang Punya Kelebihan

Don tidak bisa main kasti atau bola, tapi nyatanya mampu menampilkan sebuah pertunjukan yang luar biasa. Atta yang mulanya berperilaku kurang baik, ternyata jenius menciptakan sesuatu dari perkakas kakaknya yang membuka usaha jasa servis elektronik. Begitu pula tokoh-tokoh lain yang menunjukkan kelebihan masing-masing, di balik kekurangan mereka. 

Anak-anak kita pun juga begitu. Terlahir unik dengan kecerdasan yang tak selalu sama. Pintar dan hebat itu bukan hanya untuk mereka dengan nilai Matematika sempurna atau kemampuan menghafal di atas rata-rata. Penyanyi, penari, pelukis, bahkan yang pandai berbicara pun juga cerdas sesuai dengan tipe kecerdasannya. Ingat kan teori kecerdasan majemuk Howard Gardner yang membagi kecerdasan manusia ke dalam 9 tipe. Dengan mengetahui ini, anak-anak dapat lebih percaya diri dan fokus dengan kecerdasan yang dimilikinya. Pastinya dengan dukungan penuh dari orang tua juga.

Selain itu, memiliki kekurangan bukan berarti kita gagal atau memalukan. Tidak ada yang sempurna, bahkan sesuatu yang di mata kita sempurna. Ini dapat menanamkan pada anak untuk dapat menghargai diri sendiri dan bertoleransi. 

3. Kasih Orang Tua Tak Berbatas Waktu

Sosok Don digambarkan sebagai anak yang kehilangan kedua orang tuanya. Tapi, sampai akhir, film ini berhasil menghadirkan keberadaan orang tuanya itu melalui sebuah buku cerita yang menjadi satu-satunya peninggalan. Juga ada lagu ciptaan yang direkatkan di halaman terakhir. Cerita dan lagu tersebut dibuat sedemikian rupa oleh ayah dan ibunya agar Don dapat tumbuh sebagai manusia tangguh. Inilah penguat Don dan seolah menjadi wakil kehadiran orang tuanya. Meski secara fisik mereka tidak bisa membersamai Don.

Anak dapat diberikan penjelasan bahwa semua orang tua pasti begitu. Bahkan berpikir sangat jauh ke depan agar kehidupan anak-anak mereka dapat berjalan baik. Meski terkadang ada cara-cara yang dianggap kurang menyenangkan, tapi itu pasti demi kebaikan. Itu pertanda bahwa orang tua peduli. Dan tidak ada satu pun orang di dunia ini yang peduli pada kita, melebihi kepedulian orang tua. Sehingga pandangan anak lebih terbuka, serta lebih menghargai dan menyayangi orang tua selagi masih bersama. "Andai Bunda nggak ada, gimana?" Pakai kalimat ini saja pasti langsung menusuk ke relung hati terdalam.

4. Janji Harus Ditepati

Saya saja sempat kesal karena Don tidak menepati janji pada Meri. Sudah dibantu 2 kali, malah minta dibantu lagi. Padahal sudah ada perjanjian, kalau Meri membantu Don, Don juga harus membantu Meri. Apalagi Meri sedang diburu waktu. Akibatnya? Don malah bertengkar dengan teman-temannya. Perasaannya pun tak tenang. Untung saja akhirnya sadar dan berhasil menunaikan janji tersebut.

Kalau tidak bisa menepati janji, jangan berjanji. Ini bisa ditanamkan pada anak agar tidak mudah mengumbar janji. Apalagi sampai egois dan hanya mementingkan urusan sendiri. Sedangkan urusan orang yang sudah terikat janji dengan kita, malah diabaikan. Sampai kapan pun, menepati janji itu wajib. Bahkan bagaimana diri kita dapat dinilai dari bagaimana cara kita berurusan dengan janji.

5. Stop Bullying!

Film ini memperlihatkan dengan jelas bagaimana sedihnya ketika diperlakukan tidak baik oleh orang lain. Don tidak diajak bermain karena dianggap jadi penyebab kekalahan, hingga keadaan fisiknya yang dijadikan lelucon. Saya saja patah hati melihat ekspresi Don saat disakiti teman-temannya. Ini pun juga jadi penyebab kenapa ia egois dan menunda membantu Meri demi pertunjukan. Ya, karena ingin membuktikan diri dan ingin diperlakukan adil. Berkaitan juga dengan pelajaran pertama, di mana mungkin ada alasan ketika seseorang akhirnya berbuat tidak baik.

Selain menekankan pada anak agar jangan sekali-kali merundung teman-temannya, orang tua juga perlu mengajarkan bagaimana jika kita yang menjadi korban. Mulai dari berani bersuara, melaporkan, cerita pada orang tua atau guru, hingga sesederhana untuk tegas mengatakan "Aku enggak suka digituin!" Terkadang kita, orang tua, terlalu fokus supaya anak tidak berbuat jahat, tapi lupa membekalkan andai dia yang dijahati. 

Nah, dari pada bingung mau ngobrol apa dengan anak-anak saat ber-quality time dan kebetulan sudah nonton film Jumbo, 5 pelajaran tadi bisa dijadikan topik. Pengalaman saya, kalau menyertakan perantara yang menyenangkan, anak-anak pasti bersemangat. 


Sedikit saran, sebaiknya orang tua melakukan hal berikut sebelum memutuskan menonton film Jumbo di bioskop. Dari pada nanti ada huru-hara lagi di belakang, hehe.
  • Pastikan orang tua sudah riset dulu mengenai filmnya. Minimal baca sinopsisnya agar tahu mengisahkan tentang apa. 
  • Meski berlabel Semua Umur (SU), bukan berarti semua anak memungkinkan untuk nonton. Pastikan juga orang tua melihat kesiapan dan fokus anak. Kira-kira kalau anak menonton, bisa ngerti jalan cerita nggak ya? Bisa fokus dan menikmati nggak ya? Kesiapan ini hanya orang tua yang tahu. Jangan sampai anak malah rewel di dalam bioskop, minta pulang, merengek, dan menggganggu penonton lain.
  • Bila anak ada pertanyaan, jawab dengan baik. Keingintahuan anak yang tinggi, sering kali memunculkan 1001 pertanyaan. Dari pada salah tangkap, mending diberi penjelasan yang benar. Malah bisa jadi ilmu baru juga buat mereka.

Kalau teman-teman, adakah pelajaran lain yang didapatkan dari film Jumbo? 

Semoga bermanfaat dan maju terus film anak Indonesia!

No comments

Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)