Sebenarnya tulisan ini adalah versi panjang dari salah satu konten di Instagram saya beberapa waktu lalu. Berhubung responnya sangat baik, akan lebih jelas bila ada pembahasan lengkapnya di blog ini. Mana tahu ada penjelasan yang kurang "nyampe", bisa didapatkan di sini. Oiya, kalau mau melihat postingannya, silakan mampir ke Instagram @novarty_.
Membuat konten memang butuh effort banget ya, teman-teman. Bukan seperti apa yang saya bayangkan dulu. Ada foto, langsung upload. Terus caption-nya emoticon doang sudah cukup. Ketika memasuki dunia perkontenan, walau masih di permukaan, saya jadi paham bagaimana beratnya menjadi seorang content creator. Apalagi yang kerjanya masih mandiri, alias belum ada tim dan semuanya diurus sendiri. Wah, pasti luar biasa cucuran keringatnya.
Baca juga: Konten Saya untuk Hentikan Kekerasan pada Anak
Sedikit gambaran saja, saya bisa menghabiskan 3 hari hanya untuk membuat video berdurasi 30 detik, Bayangkan, selama itu, guys! Berbeda dengan penggunaan media sosial beberapa tahun lalu, kini untuk mengunggah satu konten, saya mesti membuat draft-nya dulu, tidak boleh asal mengambil gambar, pemilihan kata-kata yang menarik, hingga pertimbangan manfaat, serta jangan sampai ada potensi menyinggung atau unsur-unsur tidak baik lainnya.
Intinya, bagaimana konten yang dibuat bisa memberi manfaat dan menarik untuk dilihat. Bagi saya, apa pun media sosialnya, menggambarkan siapa saya di dunia nyata.
Lagian, potensi kita akan dilihat oleh banyak orang. Yakin mau ngasal? Kalau dikerjakan sekali sih masih belum kerasa perjuangannya. Coba deh ulangi setiap hari.
Kalau ingin mengembangkan akun media sosial, tentu harus ada keseriusan dan konsistensi di dalamnya. Saya tidak mengelak kalau konsistensi adalah sesuatu yang sulit dicapai. Prosesnya akan terasa lebih berat bila kita memiliki target tertentu. Tapi kalau dilakukan dengan santai dan tetap selesai, tentu akan terasa lebih enteng. Betul, kan?
Nah, berikut beberapa tips yang saya lakukan sampai sekarang agar konsistensi berkonten tidak menjadi beban. Di sela mengurus dua anak, pekerjaan rumah tangga yang tiada habisnya, ditambah pula ngeblog dan menulis. Belum lagi masa-masa burnout-nya, makin habis saja waktu, hehe.
🌸 Sederhanakan Ekspektasi
Dari pada fokus dengan respon netizen, mending kita perhatikan saja konten sendiri. Apakah sudah ada manfaatnya atau apakah sudah maksimal dikerjakan? Penting sekali mengupayakan agar pesan baik dari konten dapat tersampaikan dengan baik pula. Berulang kali saya baca kalau visual menarik bukan satu-satunya konten yang disukai Instagram misalnya, tapi konten edukatif, inspiratif, dan informatif juga sangat diminati. Bahkan yang menghibur dan lucu, juga tak kalah banyak penggemarnya.
Pokoknya, jangan sampai gara-gara ekspektasi terlalu tinggi, konten malah enggak jadi. Kan diri sendiri yang rugi.
🌸 Ambil dari yang Terdekat
Misalnya seperti saya, ibu yang membuat konten parenting. Saya juga suka ngeblog dan menulis, ini sesekali juga menjadi konten yang diunggah. Bisa pula teman-teman yang hobi bertanam, menjahit, memasak, atau profesi yang diemban, silakan membuat konten terkait hal tersebut. Yang dianggap receh pun tak kalah menarik, seperti tipe ibu-ibu saat menghadiri kondangan, kebiasaan bapak-bapak, atau tingkah laku anak.
Dengan memilih ide dari yang terdekat, kita pasti punya pengetahuan dan pengalaman di situ. Menuangkannya dalam konten pun akan lebih mudah. Kalau butuh riset, kita sudah tahu mau mencari apa, jadi lebih praktis dan cepat. Ini dapat menjadi salah satu penentu konsistensi karena ide adalah inti dari konten.
🌸Siapkan Template/Style
Selain akan menjadi branding dan ciri khas kita, serta merapikan tampilan media sosial, ini juga sangat membantu dan menjadikannya lebih praktis. Tidak perlu ngedesain dan berpikir lagi setiap kali editing.
🌸 Bikin Draft
Percaya deh, apa pun jenis kontennya, mau tulisan, gambar, video dan sebagainya, kalau sudah ada draft, pasti menyingkirkan kebingungan dan pertanyaan "Habis ini apa lagi ya?"
🌸 Konsisten Sesuai Kemampuan
Jelas jejak ini harus kita tiru. Tapi konsisten terbaik bukanlah yang sama persis dengan standar orang lain, melainkan konsisten yang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Buatlan target yang tidak memberatkan, tapi juga tidak terlalu ringan sampai-sampai kita lupa saking jauhnya jarak antar waktu posting konten. Bila orang lain nyaman untuk unggah konten dua kali seminggu, tidak apa bila kita unggahnya dua minggu sekali. Asalkan tetap menjaga kualitas konten.
Kalau saya, dari pada konten yang diunggah ngasal demi mencapai target posting yang waktunya rapat, lebih baik saya punya waktu cukup untuk mempersiapkan yang terbaik versi saya. Takutnya, pengen ngonten sering-sering padahal kewalahan, akhirnya jenuh sendiri akibat rasa terbebani yang mulai muncul. Lalu mandek dan berhenti (saya pernah begini). Mending timeline-nya tidak dipaksakan.
Terpenting ada PROGRES. Tidak yang tiba-tiba rajin di bulan ini, lalu vakum di bulan berikutnya.
Nanti seiring dengan prosesnya, cepat atau lambat, kita akan terbiasa dan lebih cepat juga dalam mempersiapkan dan membuat konten. Yang awalnya butuh 3 hari untuk membuat video 30 detik seperti saya, bisa saja suatu saat nanti selesai dalam sehari. Kita akan punya style sendiri dan sudah gercep mikirin setiap step-nya. Tentu saja ini berpeluang besar membuat jadwal yang awalnya posting dua minggu sekali, menjadi seminggu sekali, atau lebih dekat lagi jarak waktunya.
Baca juga: Cara Agar Anak Mengerti Aktivitas Ibunya
Tidak perlu terburu-buru dan terintimidasi oleh konten jutaan views orang lain. Pasti orang-orang itu pernah berada di level pemula dan berjuang seperti kita sekarang. Ingat, ya, konsistensi terbaik itu adalah yang sesuai dengan kemampuan kita.
Semoga bermanfaat.
No comments
Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)