Beberapa kali saya takjub dengan piring kosong yang dipamerkan anak-anak. Ayah
mereka yang masak, bukan saya. Menunya sederhana saja, sayur bayam bening
dengan tempe goreng tepung yang garing. Berbeda sekali dengan masakan saya
yang lebih berat. Maklum, orang Padang, kalau enggak yang bersantan, ya
balado.
Terkadang suami spontan memberi ruang pada istrinya bersantai sejenak. Tentu saya jauh lebih "meleleh" ketika suami melakukan ini, dari pada
diberi seikat bunga. Apalagi anak-anak, seolah berganti suasana masakan, makannya bisa lebih lahap kalau ayah mereka sudah terjun ke dapur. Katanya, "Ayah dan Bunda
sama-sama bisa masak."
Tapi tahukah teman-teman, apa yang sebenarnya terjadi di balik layar? Butuh
proses dan kesempatan untuk saling mendukung dalam urusan dapur. Gimana sih
maksudnya? Baca tulisan ini sampai habis, ya. Dijamin kalau #SuamiIstriMasak,
banyak hal positif yang bisa didapat. Bukan hanya untuk kehidupan berpasangan, namun juga untuk kehidupan berkeluarga yang pasti akan ada saja kejutannya.
Suami Ke Dapur, Kenapa Tidak?
Saya masih ingat cerita salah seorang teman sesama istri dan ibu, di acara
arisan rusunawa di mana kami tinggal. Kebetulan topik yang dibahas saat itu
kental tentang kehidupan seorang istri. Dia bercerita bagaimana selama ini
Sang Suami tidak pernah sama sekali terlibat dalam urusan rumah tangga,
apalagi sampai memasak. Sangat lelah rasanya, sudah bekerja, di rumah pun tidak
ada yang bisa diandalkan untuk berbagi peran.
Bukan tanpa alasan atau menyalahkan siapa-siapa, ternyata didikan dan budaya
dari daerah asal suami teman saya ini lah akarnya. Di sana, laki-laki memang
tidak diperbolehkan mengerjakan urusan rumah. Semuanya tugas istri. Pokoknya
dari lahir, sudah dibiasakan seperti itu. Wajar bila berpuluh tahun tidak
pernah dibiarkan mendekati dapur, akan menjadi kebiasaan yang sulit diubah.
Imbasnya, beberapa kali menimbulkan percikan masalah dan kesalahpahaman.
Itu hanya salah satu contoh. Nyatanya, lebih banyak lagi kejadian serupa yang
langsung saya saksikan di depan mata. Kolaborasi suami-istri di dapur itu masih dinilai menyalahi "aturan" yang sudah ada sejak dulu.
Di kampung saya pun tak jauh berbeda. Walau bersyukur sekali banyak pasangan milenial yang sudah mengubah pola
pikirnya. Kita tidak bisa memungkiri bahwa fenomena pengotakan antara tugas istri
dan suami dalam berkeluarga masih ada hingga sekarang.
Bahkan pesan orang tua semasa saya gadis, tetap terngiang saking seringnya didengar. "Perempuan itu
harus pandai memasak, karena setelah menikah, yang ke dapur itu perempuan." Di sisi perempuan pun juga ditanamkan dan dilatih untuk siap menjadi koki
satu-satunya di rumah tangga kelak.
Memang tidak sepenuhnya buruk, toh mayoritas perempuan masih memegang dominasi
terbesar dalam urusan masak. Tapi perlu disadari bahwa akhirnya ini menjadi
momok bagi perempuan usia menikah. Sudah lah dituntut agar bisa sukses seperti laki-laki,
tugas rumah tangga tetap tidak boleh dibagi. Jadi dobel dan menumpuk lah tugas
para perempuan. Ujungnya, menunda pernikahan mulai dijadikan jalan terbaik
agar karir tetap bisa dikejar. Kalau sudah begini, bisa lebih panjang
ceritanya.
Padahal, apa salahnya sih bila laki-laki atau suami memasak?
Katanya emansipasi, tapi kok setengah-setengah? Sederhananya, rumah tangga itu
dibangun untuk melangkah bersama, jadi semua yang akan terjadi di sepanjang
perjalanan behtera, tetap membutuhkan peran berdua.
Percaya deh, ketika suami dan istri sepakat untuk memberi kesempatan dan
menyadari punya peran dalam setiap lini kehidupan rumah tangga, akan banyak
beban yang bisa dibagi dan istilah "teman hidup" itu bukan hanya
pemanis.
Suami masak, kenapa tidak?
Para istri bisa sekali lo memberi kesempatan pada para suami mencoba memasak
bila selama ini belum pernah dilakukan. Pelan-pelan saja. Pasti
skill ini akan dibutuhkan suatu saat ini. Entah itu untuk saling
menunjukkan perhatian, permintaan anak, atau di kala urgent. Buktikan
bahwa paham "masak itu tugas istri" adalah hal keliru. Suami atau istri,
sama-sama punya peran dalam sepiring sajian keluarga.
Chef Juna yang "cowok banget" saja jago masak. Malah jadi idola.
Masih menyangsikan kalau cowok enggak bisa ke dapur? Enggak pantas? Memalukan?
Ah, berhenti berpikir seperti itu. Kalau ibu-ibu sudah melihat suami sendiri yang masak, pesona Chef Juna mah lewat!
Ada Saatnya Suami Harus Ambil Alih Urusan Masak
Kita sama.
Baik saya dan suami, punya peran dalam setiap lini kehidupan rumah
tangga kami.
Suami bekerja, saya juga punya hak untuk mengembangkan diri, atau suatu saat nanti juga berperan mencari penghasilan tambahan.
Saya memasak setiap hari, suami juga harus masak.
Mencapai kesepakatan ini butuh perjalanan cukup lama. Insight yang ditanamkan sejak kecil untuk menjadi
perempuan yang mampu mengurus segala tugas rumah, sempat membuat saya
memaksakan diri mewujudkannya. Ditambah lagi bisikan-bisikan ibu dilarang
mengeluh, ibu harus kuat atau membandingkan dengan ketangguhan ibu zaman dulu
yang anaknya lebih dari lima.
Sampai akhirnya saya stres sendiri, lelah secara fisik dan mental. Di
sini lah saya sadar bahwa ada kesalahan yang sedang terjadi. Saya diskusikan
dengan suami, yang ternyata telah membacanya jauh-jauh hari. Saya lupa
keberadaannya, saya lupa kalau ada suami yang bisa dijadikan partner
berbagi. Saya terlalu sibuk menjadi sempurna, sehingga lupa bahwa rumah
tangga itu berdua.
Saya butuh suami, suami pun pasti butuh saya. Tak ada lagi yang namanya
tugas istri atau tugas suami, tapi tugas bersama, peran bersama.
Memang akan ada peran yang dilakukan lebih banyak dan intens oleh satu
pihak. Ini tergantung dari keputusan masing-masing rumah tangga. Kalau saya
dan suami, yang memutuskan suami saja yang bekerja, mencari nafkah
tentu paling dominan dilakukan oleh suami. Sedangkan untuk urusan memasak dan
tugas rumah tangga, karena saya yang lebih sering di rumah, tentu saya yang
paling banyak ambil bagian. Tapi tetap harus sadar diri bahwa baik saya dan
suami punya peran dalam kedua hal tersebut.
Siapa sangka, dinamisnya kehidupan memunculkan momen di mana dominasi itu
bergeser.
Tugas saya memasak dilakukan penuh oleh suami di beberapa kondisi.
Kondisi di mana suami mesti menyajikan lauk untuk saya dan anak-anak makan.
Loh kok bisa? Enggak beli makanan jadi saja? Nah, mungkin sedikit cerita
saya berikut bisa menjelaskannya lebih detail.
4 tahun lalu, suami memulai tugas belajarnya, yaitu melanjutkan kuliah
melalui beasiswa. Suka atau tidak, penghasilan suami akan menurun. Tentu
kami sudah menyiapkan mental dan strategi untuk ini. Salah satunya dalam
urusan sajian. Mungkin akan lebih diupayakan lagi memasak menu sehari-hari
sendiri, alih-alih membeli yang jadi. Jauh lebih hemat dan sehat pastinya.
Tak masalah, anggap saja ini waktunya saya dan suami belajar masak.
Dengan sepakat untuk membagi peran dalam hal apa pun, memasak tidak lagi menjadi
beban, terutama bagi saya yang paling sering memasak.
Kalau capek, tinggal
bilang. Nanti suami akan berusaha gantian. Sesekali saja diselingi dengan makan
di luar atau membeli makanan yang sudah jadi.
Dan tahukah teman-teman, ternyata kemampuan masak suami yang diperoleh
selama kami komitmen masak sendiri ini sangat berguna dalam kondisi-kondisi
tertentu. Bisa dibilang, kalau bukan suami yang masak, mungkin akan ada
masalah-masalah lain yang menyusul. Ya, segitu pentingnya suami bisa
mengambil alih tugas memasak.
Pertama,saya sakit dan sedang hujan petir. Tidak ada abang ojek online yang
menerima orderan saking derasnya hujan. Anak kedua kami masih bayi pula. Mau ditinggal suami dan menerjang hujan, pasti berisiko. Tanpa pikir panjang, suami langsung
menuju dapur dan memasak kreasi telur dengan saus racikannya. Solutif
sekali, bukan? Coba kalau suami tidak ambil peran, mungkin sakit saya
bertambah dengan sakit kepala.
Kedua, saya ada acara yang mengharuskan anak-anak ditinggal beberapa hari bersama
ayahnya. Berhubung anak-anak sudah mulai besar, sudah bisa ditinggal-tinggal
sejenak. Yeay! Bayangkan dalam kondisi keuangan keluarga yang butuh
pengetatan ekstra, kalau harus beli makanan jadi selama berhari-hari,
lumayan besar juga kan? Lagi-lagi suami menjadi andalan. Karena sudah biasa,
jadinya happy-happy saja. Jadi
lebih tenang.
Ketiga, anak saya tidak mau makan. Karena beda tangan, beda pula rasa makanannya,
suami biasanya akan memasak menu berbeda sebisanya agar anak-anak mau makan.
Meski ini membuat patah hati, suudzon kalau masakan saya tidak
enak. But, it's work! Seringnya, anak-anak jadi mau makan berkat
cita rasa yang dihasilkan tangan suami saya. Maklum, kan lebih seringnya
makan masakan bundanya, jadi pas dimasaki ayahnya, seperti berpindah dari
rumah makan Padang ke restoran Jawa.
Tapi perlu digaris bawahi bahwa mencapai titik di mana suami bisa
enjoy di dapur itu butuh proses. Saya tak segan atau malas berantakan
saat mengajak suami masak bersama. Banyak bumbu dan bahan masakan yang
akhrinya diketahui, serta banyak cerita yang akhirnya terkuak dari sini.
Seperti misalnya ungkapan suami, "Aku tuh sukanya bayam itu pakai
kunci." Sedangkan saya tak pernah sekali pun memasukkan kunci ke
dalamnya karena memang di kampung saya tidak mengenal rempah kunci.
Seru deh pokoknya! Selama cara mengajaknya tepat, pasti menyenangkan bisa
bersama suami di dapur. Dan pastinya, skill memasak yang dimiliki oleh suami akan menjadi pemecah masalah di saat yang tidak kita
duga.
Manfaat #SuamiIstriMasak, Yakin Mau Dilewatkan?
Sejak punya anak, waktu santai-santai itu tak akan bisa lagi dihabiskan untuk ngobrol
panjang lebar hanya berdua dengan suami. Pasti akan diramaikan oleh
anak-anak. Soalnya kami di rumah hanya berempat. Saya, suami dan kedua
jagoan kami. Ke mana-mana pasti dibuntuti anak, apalagi di rumah.
Tanpa disengaja, kami akhirnya memanfaatkan selipan-selipan waktu sambil
mengerjakan sesuatu atau menuju tempat tertentu untuk sekadar berbagi
cerita. Karena tanpa ngobrol, rumah tangga bisa menghambar, lo! Ini sudah
terbukti juga dari berbagai penelitian dan pendapat pakar. Apalagi wanita,
alias saya, kalau tidak bercerita dalam sehari, sensasinya seperti ada yang menyangkut di dada. Ujungnya, bisa merembet ke mana-mana.
“Bukan hanya kedekatan dan keintiman secara fisik, namun kedekatan
secara emosional antara suami dan istri harus dijaga, dirawat dan
dipelihara."
- Psikolog Irma Gustiana A, S.Psi., M.Psi., Psikolog., CPC-
Nah, salah satu momen yang paling oke itu ya saat memasak. Sambil mengupas
bawang, ada saja yang teringat untuk ditanyakan. Sembari memotong kecil
wortel, ada saja kejadian-kejadian kemarin yang terlintas untuk diceritakan.
Ditambah lagi anak-anak jarang sekali menginterupsi. Mengerti kalau orang
tuanya sedang sibuk, sehingga mereka tanpa diminta akan mencari kesibukan
sendiri pula. Seperti dikasih waktu untuk berduaan.
Tapi tahu enggak sih, kalau #SuamiIstriMasak itu bukan hanya sekadar
quality time? Jauh melebihi itu!
1. Merasa Tidak Sendiri
Kalimat indah seperti "Aku akan selalu ada
untukmu" tak akan berguna bila realisasinya tidak ada. Dengan masak
berdua, ada pembagian tugas dan perhatian di dalamnya. Misal saya, tahu
kalau suami akan kesulitan menakar bumbu, otomatis saya yang mengerjakan.
Begitu pula suami, reflek mengulek dengan cobek karena tahu saya selalu
kelimpungan melakukannya. Bila sudah beberapa kali praktik masak bersama, dijamin
akan menjadi sebuah kebiasaan untuk saling membantu dan mengenali
kekurangan masing-masing, meski bukan di dapur sekalipun. Romantis!
2. Berbagi Cerita
Seperti yang sudah disinggung tadi, keterbatasan waktu untuk ngobrol akan
menjadikan momen memasak bersama sebagai wadah untuk berbagi cerita.
Enggak mungkin kan selama masak kita diam-diam saja? Pasti ada saja yang
dibahas. Bagi saya yang setiap hari di rumah, kalau bukan cerita ke suami, ke siapa
lagi? Jadi akan ada sejuta kisah yang saya ceritakan selama masak.
Suami pun sama, hanya sama istrinya bisa bebas mencurahkan apa pun.
Akhirnya, ini akan sangat bermanfaat untuk melegakan hati dan
pikiran.
3. Menguak Apa yang Belum Terkuak
Menikah bertahun-tahun, belum tentu kita mengetahui segalanya tentang
pasangan. Kehidupan ini pun dinamis, pasti selalu ada yang baru. Kadang
saat cerita panjang lebar, ada saja sesuatu yang baru saya tahu tentang
suami, atau sebaliknya. Entah itu yang baru terjadi, atau yang memang
sudah lama, tapi lupa atau takut mengungkapkannya. Padahal pas sudah
terbongkar, kita sama-sama tertawa. Ini bisa dijadikan refleksi
masing-masing ke depannya tentang hal-hal yang baru diketahui tersebut agar bisa
saling mengerti dan melengkapi.
4. Contoh untuk Anak-Anak
Anak memiliki memori yang secepat kilat dapat merekam dan hati yang sangat
sensitif untuk merasa. Ketika ada kehangatan tercipta dari aktivitas saya
dan suami memasak, ini juga anak dirasakan oleh anak-anak. Oh, ternyata
orang tua mereka saling mengasihi, saling bekerja sama dan saling
membantu. Secara tidak langsung, anak-anak akan merekamnya dalam ingatan
hingga berdampak postif dalam kehidupannya.
5. Kemampuan Masak Meningkat
Jelas, ini adalah manfaat yang pasti akan dirasakan oleh suami atau istri.
Biasanya saya tak akan berpikir lama untuk mencoba resep baru, yang
terkadang bumbunya bikin pusing, karena ada suami yang membantu. Suami pun
juga jadi tahu bumbu-bumbu dapur, letaknya di mana, cara menyimpannya
gimana, hingga berinisiatif berbelanja sayur sendiri. Dan yang paling suka
bikin heboh di dapur itu adalah terciptanya menu baru. Suami saya itu suka
banget kecap, apa-apa dikecapin. "Eh, coba dong gulai kamu digabung sama
kecap, enak enggak?" Walau nanti bakal ada yang zonk, ternyata banyak juga lo yang sukses.
6. Tidak Lagi Khawatir Meninggalkan Anak Bersama Ayahnya
Berkat ruang yang diberikan untuk mengambil peran di dapur, maka
kepercayaan diri suami akan meningkat untuk tugas rumah tangga
lainnya. Terkadang suami itu hanya butuh arahan, karena bingung mau bantu
apa. Seringnya para istri, termasuk saya, inginnya suami selalu peka. Giliran
tidak dibantu, malah marah-marah. Padahal tinggal dibilang saja kalau ingin dibantu. Di mulai
dari memasak bersama ini lah akhirnya meninggalkan anak-anak bersama
ayahnya tidak perlu lagi memancing rasa khawatir. Setidaknya urusan makan,
aman.
Sebenarnya masih ada lagi manfaat lain, seperti menghemat pengeluaran,
menyajikan masakan sehat untuk keluarga, bisa menjamin kebersihan dan
kualitas bahan yang dimasak, hingga menjadi kenangan manis yang sulit
dilupakan bila ada hal spesial yang tiba-tiba saja terjadi selama memasak.
Ini baru dari pengalaman saya saja. Mungkin kalau digali lagi dari cerita
ibu-ibu yang pernah mencoba, bisa lebih panjang lagi list-nya.
Yakin, deh!
Sebesar itu manfaat #SuamiIstriMasak! Yakin mau melewatkannya? Coba dulu sekali atau dua kali, nanti pasti terasa
aliran positifnya.
Tak Perlu Sempurna, Jadikan Istimewa dengan Kecap ABC
Sadar bahwa memasak bukanlah kemampuan yang bisa dengan mudah didapatkan
oleh semua orang, saya tidak pernah ngoyo dalam hal sajian makanan
di rumah. Tidak perlu yang perfect seperti masakan
chef, yang penting bisa dinikmati anak-anak dan suami saja, sudah
cukup. Lagian yang makan kan juga cuma kami, jadi yang terpenting kami suka.
Berhubung saya juga bukan tipe ibu yang hobi berlama-lama di dapur, tapi
tetap ingin memasak untuk keluarga, jadi saya akan memilih resep yang
sederhana saja. Apa lagi suami, kalau bisa lebih simpel lagi dari apa yang
saya anggap simpel. Mungkin ini juga yang akhirnya membuat kami kompak
kalau masak bareng, hehe.
Untungnya, resep yang simpel-simpel ini juga banyak yang enak. Setidaknya
enak di lidah keluarga saya. Misalnya masakan yang ada kecapnya,
persentase keberhasilan meracik perpaduan yang enak akan lebih besar karena
rasa kecap itu sendiri sudah khas. Tambahkan saja Kecap ABC, beres.
Salah satunya resep ayam kecap yang saya pilih ini. Bahannya tidak
sekompleks resep ayam kecap versi lain, karena tidak banyak bumbu rempah
yang mesti dimasukkan. Sudah sejak anak pertama saya masih berusia 1
tahun, resep ini selalu jadi andalan. Jadi pas mengajak suami masak, resep
ini tidak akan membuat kepalanya mumet. Ditambah suka kecap pula, makin
semangat lah Paksu ini.
Ayam Kecap ABC
Bahan
1 ekor ayam, potong 10 atau 12 bagian
Tahu, potong besar
Kecap Manis ABC
2 buah bawang bombai ukuran kecil, iris
4 siung bawang putih, cicang
3 buah cabai merah keriting, iris serong (boleh ditambahkan bila ingin lebih pedas)
1 buah tomat ukuran besar, potong dadu besar
1 buah jeruk nipis
Garam, merica, kaldu jamur secuupnya sesuai selera
Minyak untuk menumis dan menggoreng
Air secukupnya
Cara membuat
🌸 Lumuri ayam dengan perasan jeruk nipis dan garam. Diamkan sebentar,
lalu goreng setengah matang. Sisihkan.
🌸 Goreng tahu. Sisihkan.
🌸 Tumis bawang bombai, bawang putih dan cabai merah keriting sampai layu dan wangi.
🌸 Masukkan ayam dan tahu. Tumis sebentar.
🌸 Tambahkan air sampai terendam.
🌸 Tuang kecap ABC hingga warna air cokelat pekat.
🌸 Masukkan tomat, garam, merica dan kaldu jamur. Perhatikan takaran
garam, karena ayam sudah dilumuri garam juga sebelum digoreng.
🌸 Masak dengan api besar, sambil sesekali diaduk. Tunggu sampai air
menyusut dan mengental.
🌸 Jangan lupa dicicipi, ya.
🌸 Sajikan dengan nasi hangat.
Nikmatnya Ayam Kecap ABC dan nasi hangat, anak-anak suka!
Bagaimana, sederhana sekali kan bumbu-bumbunya? Tapi rasanya, dijamin
enggak kalah enak dari resep ayam kecap dengan bumbu yang lebih banyak ragam.
Makanya saya tidak mengarang saat menyimpulkan masakan yang dituangkan
kecap manis yang khas dan berkualitas, akan tetap enak meski bumbu dan
rempahnya minimalis. Tak perlu khawatir lagi dengan hasil kolaborasi
dengan suami berkat peran Kecap ABC. Kecap manis yang
menjadikan masakan lebih istimewa.
Kenapa Kecap ABC?
Kecap ABC terbuat dari perasan pertama kedelai pilihan yang
memberikan ekstrak rasa dan aroma maksimal, menjadikan masakan lebih
kaya rasa. Cocok untuk masakan yang di goreng, di tumis dan di panggang, serta topping
makanan seperti bubur dan bakso, juga cocolan makanan.
Saat ini pun variasi kecap sudah semakin inovatif. Ada yang
kecap manis pedas, kecap manis seafood atau kecap manis daging asap.
Tinggal sesuaikan saja dengan masakan yang akan dibuat. Karena bagi saya
yang kemampuan masaknya masih di level beginner, kehadiran kecap
yang makin beragam ini sangat membantu.
Sekadar berbagi cerita, sharing saya mengenai pengalaman dan
manfaat masak bersama suami ini, sebenarnya terinspirasi dari video #SuamiIstriMasak Kecap ABC. Video yang menayangkan bahwa
ternyata sangat menyenangkan bila istri dan suami bisa menyediakan waktu
untuk bersama-sama memasak di dapur. Yang awalnya ragu, setelah dicoba,
ternyata seru.
Silakan langsung ditonton saja ya videonya. Mana tau terinspirasi
juga.
Sejalan dengan komitmen PT Heinz ABC Indonesia, selaku produsen Kecap
ABC, untuk terus membawa dampak positif bagi konsumen, rangkaian
kampanye #SuamiIstriMasak ini sudah berlangsung sejak tahun 2018, lo! Yaitu diawali dengan kampanye diinisiasi. Dilanjutkan lagi pada tahun
2019 dalam inisiasi kampanye selama Hari Kesetaraan Perempuan. Tahun berikutnya,
2020, dibangun kolaborasi bersama platform edukasi untuk melibatkan
anak-anak dalam kampanye Hari Kesetaraan Perempuan. Serta yang terbaru
di tahun 2021 adalah kolaborasi dengan Titi Kamal dan Christian Sugiono
untuk menekankan pentingnya kolaborasi suami dan istri di dapur.
Setelah ini ada apa lagi, ya? Jadi penasaran.
Saya dan ibu-ibu yang tampil dalam video #SuamiIstriMasak Kecap ABC
sudah mencoba asyiknya berkolaborasi bersama suami di dapur untuk
menyajikan makanan yang istimewa.
Yuk, para istri dan ibu-ibu yang masih maju-mundur untuk melibatkan
suami dalam urusan masak, segera diagendakan kapan mau masak bareng dan
pilihan menunya! Boleh banget bila ingin mencoba seperti cara saya, yaitu
memilih menu yang berkecap agar resep simpel yang dimasak dengan skill standar, hasilnya tetap yummy. Apalagi kalau dimasak sama yang jago di dapur, wah, pasti akan spektakuler lagi rasanya.
Tak perlu khawatir, Kecap ABC akan membuat hasil masakan
kolaborasi suami-istri semakin kaya rasa dan istimewa.
"Enak, Bun!" Seperti ungkapan anak saya ketika menyantap ayam kecap yang
kemarin baru saja menjadi menu masak bersama suami. Atau "Gampang banget
ya ternyata bikin ayam kecap," kata suami bangga karena kesuksesannya di uji
coba pertama.
Tips Seru Mengajak Suami Kolaborasi Di Dapur
Para istri tentu tahu bahwa suami sudah menghabiskan banyak waktu dan
tenaganya untuk bekerja di luar rumah. Makanya mengajak suami untuk bisa turut
memasak di waktu libur, butuh trik tertentu. Agar suami dan istri sama-sama
nyaman. Soalnya, kalau ada satu pihak saja yang merasa tidak senang saat masak
bersama, momen yang harusnya bisa sangat seru, yang dirasakan malah sebaliknya.
Ujungnya jadi malas mengulang kembali kegiatan ini.
Terus, bagaimana caranya agar suami mau dan bersemangat memasak bersama istri?
Berikut beberapa tips yang bisa sama-sama kita terapkan.
Pastikan mood suami baik
Bila selama ini hanya wanita yang selalu dilabeli dengan mood swing, bukan berarti para bapak juga tidak pernah mengalami mood yang berubah-ubah. Kalau suami saya, biasanya akan jelas terlihat dari pandangannya yang sudah tidak fokus saat diajak ngobrol dan kecenderungannya untuk lebih banyak diam. Ketika istri menyadari bahwa suasana hati suami sedang tidak baik, lebih bijak untuk menunda ajakan masak bersama. Bila tetap dipaksa, mungkin saja suami mengangguk, tapi setelah itu, pasti mood istri yang akan memburuk. Malah makin berbahaya!
Ajak diskusi dan belanja bila memungkinkan
Kalau mood suami oke, ajakan sudah diterima, libatkan juga suami dalam memilih
menu yang akan dimasak. Boleh ajak serta anak-anak apabila sudah bisa dilibatkan dalam diskusi. Biasanya anak akan sangat penasaran dengan sesuatu yang ada campur
tangannya di sana. Serta bila memungkinkan, ajak juga suami dan anak-anak
berbelanja bahan-bahan yang diperlukan. Bisa sekalian mengajarkan suami
belanja sendiri.
Pilih waktu yang tepat
Bagi saya, tidak semua waktu bisa dijadikan waktu yang tepat untuk memasak bersama suami. Di hari libur, bapak-bapak pasti ingin bersantai dulu di pagi
harinya. Saya biasanya menghindari waktu pagi karena anak-anak meminta jatah
duluan bermain bersama ayahnya. Baru nanti mendekati makan siang, sekalian
untuk disantap selagi hangat, saya dan suami mulai memasak. Anak-anak pun sudah
nyaman dengan aktivitas bermainnya, setelah mandi dan sarapan. Jadi interupsi oleh anak-anak akan lebih minim. Bisa didiskusikan dengan suami agar benar-benar klop. Jangan lupa,
komunikasikan juga dengan anak, ya.
Sesuaikan tugas
Ini yang paling penting. Pembagian tugas harus adil dan sesuai kemampuan
masing-masing. Misalnya suami ditugasi potong-potong bahan, istri yang bagian
ngulek bumbu. Eh, ternyata pas praktiknya, suami masih kesulitan menggunakan
pisau. Boleh sekali diberi tugas lain atau berganti tugas. Begitu pula bila
ingin memberi tugas pada anak, pastikan tidak berbahaya dan memungkinkan
mereka lakukan.
Libatkan untuk beres-beres
Tentu saja ini tidak boleh ketinggalan. Bila selama ini yang bikin istri masih
enggan mengajak suami memasak bersama, coba sepakati dari awal untuk tugas
bersih-bersih. "Bantuin cuci wajannya, ya. Nanti biar aku yang bagian
lap-lapnya." Jadi clear sampai selesai semuanya. Tidak setengah-setengah.
Karena jujur, yang paling bikin aktivitas memasak itu semakin memberatkan adalah bagian
beres-beresnya ini. Betul?
Setelah selesai, nikmati bersama
Masaknya bareng, makannya juga bareng-bareng, dong! Pasti sangat hangat rasanya saat bisa berkumpul dan bercengkrama dengan keluarga, apalagi
sajiannya juga hasil kolaborasi bersama. Cerita saat memasak, bisa berlajut
sampai ke meja makan. Silakan memberi pujian pada suami agar perannya merasa dihargai dan dibutuhkan. Pendapat
masing-masing juga bisa dibagi, atau mau masak apa lagi ya minggu depan?
Mungkin tidak 100 persen cara saya akan cocok dengan pasangan suami-istri
lainnya. Tapi boleh banget dicoba dulu, mana tau cocok. Nanti pasti akan
ketemu dengan cara mengajak yang lebih sesuai. Atau bila ada tips lain, boleh banget
lo dibagi di kolom komentar agar bisa menjadi inspirasi kita bersama.
Ditunggu, ya!
Masak Bersama Orang Tersayang Versimu
Kalau dipikir-pikir, masak bersama ini tidak hanya bisa dipraktikkan oleh
pasangan suami-istri saja. Semua orang tersayang kita sangat bisa diajak
berkolaborasi di dapur agar kedekatan emosional semakin kuat. Misalnya ibu dengan
anak, kakak dengan adik atau mungkin nenek dengan cucunya. Sesama sahabat atau tetangga pun
juga sangat bisa.
Flashbak ke belasan tahun lalu, ketika masih muda belia, saya
sering memasak bersama sahabat sepulang sekolah. Sahabat zaman
SMA. Bergilir di setiap rumah kami. Yang paling ingat saat membuat klepon dan
mie rebus untuk makan siang. Selain itu, sering juga membuat kue bersama adik saya,
seperti kue karamel, martabak atau bolu kukus. Bahkan resepnya masih tertulis rapi di buku yang sama untuk acuan masak hingga sekarang.
Manfaat yang dirasakan pun nyaris serupa. Kami bisa berbagi cerita, tertawa,
bahkan saling mencurahkan isi hati yang sebelumnya tak ada kesempatan untuk
dikatakan. Memasak pun jadi lebih ringan dan cepat karena ada pembagian tugas.
Sehingga masak bersama ini bikin ketagihan!
Terkadang kita sudah merasa puas dengan kedekatan secara fisik dengan
orang tersayang. Padahal tak akan lengkap tanpa kedekatan emosional di
dalamnya.
Kini saya pun sudah mulai mengajak anak-anak turut membantu membulatkan adonan, mengaduk bahan yang perlu diaduk, dan yang paling sering adalah mengupas telur puyuh. Saya merasa sangat terbantu, anak-anak juga senang karena ternyata memasak itu bukan hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa. Pasti mereka selalu bangga ketika bisa membantu bundanya memasak.
Melalui aktivitas bersama dalam waktu berkualias lah kedekatan emosional itu
bisa terbangun. Jadi, mulai sekarang, jangan ragu, apalagi malu, mengajak orang
tersayang untuk masak bersama. Salah satu aktivitas sehari-hari yang sangat
bisa meningkatkan bonding satu sama lain.
No comments
Sebelum komentar, login ke akun Google dulu ya teman-teman. Jangan ada "unknown" diantara kita. Pastikan ada namanya, biar bisa saling kenal :)