Sejak mobilitas sudah mulai kembali normal, interaksi secara langsung pun hampir pulih seperti sebelum pandemi. Termasuk anak-anak di sekolah atau bersama teman bermainnya di rumah. Saya sebagai orang tua, tentu sangat menunggu momen ini, saat di mana anak-anak saya yang nyaris di masa-masa ia belajar bersosial, malah terpaksa di rumah saja lebuh kurang selama 2 tahun.
Namun, pertengkaran anak dengan temannya menjadi tantangan baru bagi saya untuk menentukan sikap yang tepat. Anak sulung saya, sudah dua kali bertengkar dengan teman dekatnya. Ya, saking dekatnya, kalau tidak bertengkar, setiap hari pasti mereka bermain berjam-jam. Sekolah sama, rumah pun sebelahan. Tapi kalau sudah bertengkar, bisa diam-diaman berminggu-minggu dan menangis pulang mengadu.
Apa yang saya lakukan sebagai orang tua yang masih buta akan kejadian ini? Jujur, sempat jengkel. Tapi, segera saya sadari bahwa itu bukan hal yang benar. Mereka hanya anak-anak, yang di usia segitu, masih sangat memungkinkan bertengkar hanya karena rebutan mainan, atau salah menangkap pesan. Bagaimanapun, anak-anak masih belum paham rasa empati dan simpati, kadang ada anak yang tersingggung, padahal anak lainnya tak bermaksud begitu.
Baca juga: Perhatikan 4 Hal Ini dalam Memilih Sekolah Anak Usia Dini
Berkat merenung, berdiskusi dengan suami dan membaca beberapa artikel parenting, akhirnya saya menerapkan beberapa cara berikut, yang syukurnya cocok dengan anak-anak saya, sehingga walau bertengkar pun, sekarang sudah lebih cepat untuk kembali berteman.
-
Pahami Batasan Orang Tua
Jangan sampai ikut campur saat anak bertengkar dengan temannya, apalagi sampai ikut-ikutan bertengkar dengan orang tua Si Anak. Itu hanya akan membuang-buang tenaga dan memecah silaturahmi. Sebisa mungkin, jadilah orang tua yang hanya sekadar sebagai penasihat, bukan yang ikut serta dalam pertengkaran. Memberi nasihat pun harus adil, jangan melulu membela anak sendiri, apalagi kalau anak kita yang jelas-jelas salah.
Kalau sudah terlalu ekstrim, lebih bijak berbicara baik-baik dengan guru atau wali anak untuk menemukan solusi terbaik. Guru tentu memiliki bekal ilmu dan pengalaman yang lebih banyak tentang dunia anak-anak ini.
-
Beri Anak Kesempatan Menyelesaikan
Sering kan melihat anak yang hari ini berantem, eh besoknya baikan lagi? Nah, sebenarnya ini membuktikan bahwa anak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Terkhusus saat orang tua melihat anaknya bertengkar di depan mata, bila pertengkaran tersebut masih dalam batas normal, maka orang tua bisa memberi kesempatan untuk anak menyelesaikan masalahnya sendiri. Baru merelai dengan cara yang baik, tanpa menyakiti siapa pun, bila sudah ada pukul-pukulan atau teriakan yang menandakan bahwa emosi anak tidak terkontrol.
Sebenarnya ini juga saya praktikkan pada kedua anak saya. Saat mereka rebutan mainan atau perihal lain yang mungkin bagi kita orang dewasa "tidak penting", saya selalu membiarkan mereka beberapa saat, selama tidak ada yang membahayakan satu sama lain. Tidak selalu berbaikan, namun tidak jarang pula berkat nasihat yang saya berikan tanpa henti, ada yang akhirnya mau mengalah.
Anak-anak kita secerdas itu lo, Bun. Hanya butuh kepercayaan dan kesempatan.
-
Berempati, Jangan Memarahi
Anak yang sedang emosi, membutuhkan orang terdekat untuk meredam emosinya. Saat mengetahui anak baru saja bertengkar dengan temannya, tenangkan dulu anak kita dengan memeluknya, memberi minum dan sebagainya. Sama seperti kita yang sedang memiliki masalah, pasti butuh rangkulan, dukungan atau sekadar penampung curahan hati agar tenang kembali. Bukan hanya wujud empati, dengan memberi ketenangan, maka akan membuka diri anak untuk bercerita kejadian sebenarnya, dan bisa dijadikan orang tua sebagai bahan penting untuk memberi nasihat nantinya.
-
Beri Nasihat dengan Penjelasan yang Mudah Dimengerti
Entah anak kita yang salah atau temannya yang salah, pertengkaran terjadi karena adanya konflik. Setiap hubungan sosial, konflik ini pasti akan selalu terjadi sampai kapan pun. Berhubung masih anak-anak, menjelaskan cara menyelesaikan konflik yang baik tentu harus dengan bahasa yang mudah dimengerti dan perlu timing yang tepat. Hindari untuk menghasut anak dengan penilaian bahwa temannya nakal, jahil dan sebagainya. Karena saya percaya, tidak ada anak yang nakal. Anak hanya butuh diberi tahu dan diperhatikan.
Misalnya saya, selalu memberi nasihat saat akan mau tidur malam. Kemarin anak saya bertengkar karena tidak suka dengan gaya berbicara temannya yang dikira marah-marah. Anak saya pun menanyakan sesuatu yang sensitif sebelumnya, yaitu kaca pecah di sekolah. Padahal temannya ini takut sekali dengan kaca pecah. Akhirnya kesalahpahaman terjadi, anak saya nangis-nangis pulang ke rumah.
Nasihat saya sederhana, "Setiap orang itu berbeda. Ada yang berbicaranya pelan, keras, cepat, lambat atau bahkan ada yang jarang sekali ngomong. Jadi kita harus tahu gaya bicara teman kita bagaimana. Terus, ketakutan orang juga beda-beda. Jadi kita harus paham kalau teman tidak suka bila diajak berbicara tentang hal yang dia takuti." Intinya begitu, namun saya sesuaikan dengan alur ngobrol saya bersama anak.
-
Ajari Anak untuk Melindungi Diri
Kebetulan saat mengikuti pelatihan "Ibu Penggerak" beberapa waktu lalu tentang bullying, ada satu kalimat menarik yang saya genggam sampai sekarang. "Kita selalu mengajari anak untuk tidak nakal, tapi lupa mengajari mereka untuk melindungi diri dari temannya yang berbuat tidak menyenangkan".
Jujur, saya langsung tersindir. Betul juga, selama ini saya hanya fokus mengajari untuk tidak berbuat buruk pada teman, namun bagaimana bila anak saya yang mendapat perlakukan buruk? Meski pertengkaran antar anak belum termasuk ranah bullying, tetap ada baiknya bila kita mengajari anak untuk melindungi diri ketika pertengkaran sudah mulai membahayakan, sedangkan tidak ada yang mengawasi. Tidak mungkin anak bersama kita 24 jam penuh, 'kan?
Beberapa yang selalu saya pesankan adalah jangan takut bilang tidak suka/protes dengan tegas saat teman melakukan hal yang tidak disukai, jangan diam saja apabila diledek, atau apabila tidak bisa diselesaikan sendiri, langsung beri tahu guru dan orang tua.
Menyaksikan perkembangan anak saya yang bulan lalu baru ulang tahun yang keenam, tidak menyangka bahwa tugas saya sebagai orang tua sekompleks ini. Saya mesti bersikap sebijak mungkin dala menanggapi pertengakaran anak-anak agar tidak menjadi cikal bakal kebencian.
Baca juga: Cara Agar Anak Mengerti Aktivitas Ibunya
Kecondongan orang tua untuk membela anak sendiri terkadang membuat saya kewalahan untuk mengatur emosi. Jadi bukan hanya anak saja yang perlu meredam emosi, orang tua pun juga perlu mengendalikan emosi ketika melihat anak menangis karena merasa disakiti temannya.
Memang benar bahwa orang tua harus belajar sepanjang hayat. Karena mendampingi anak yang usianya kian bertambah, pasti membutuhkan peenanganan yang berbeda pula.
Semangat untuk semua orang tua!
Semoga bermanfaat.
Sebaiknta ortu gak ikut campur biasanya anak cepat akurnya, justru ortunya yang saling gak nyapa. Apalagi kalau di sekolah itu ortu yang nungguin itu suka merajalela marahin anak orang padahal anaknya yang salah. Itu pernah terjadi pada anak saya. Diacerita kalau dibentak sama ortu temannya padahal dia gak salah. Aku cuma bilang hindari saja teman itu kalau sudah keterlaluan lapor bu guru
ReplyDeleteBetul, Mbak. Terkadang orang tua lupa batasan untuk bersikap saat melihat anak bertengkar. Makanya aku pun juga wanti-wanti anakku kalau dia merasa diperlakukan tidak baik sama orang, bantah atau lapor guru.
Deletebarusan kejadian disaya, bapaknya anak datang kerumah. padahal namanya anak2 bertengkar hal biasa, sebentar juga akur lagi... saking saya kesel dikasih tau gak paham2,endingnya saya jadi kasar juga🤭... padahal anaknya duluan yg nendang anak saya saat lagi sholawatan di mushollah, kasian bapaknya jadi malu,bukannya minta maaf malah bilang ke anaknya kl digituin lapor bapak🤣...padahal smaa2 anak kelas 1 SD... saya kesulut emosi, trus kl sudah lapor mau bapak apakan anak saya??? ingat pak berani bentak dan marahi atau main fisik beda cerita... saya pecahin kepala baoak 🤣🤣🤣... jadi kesel
DeleteAjari anak untuk melindungi diri sendiri, aku pun belum ngajarin itu ke mereka mba. Selama ini aku hanya menekankan, kalo sampe ada temannya yg melakukan perundungan, jangan pernah takut bilang ke guru atau ke aku atau ke babysitter mereka. Jangan ditahan walo diancam. Apalagi kemarin ada anak kls 4Sd yg disidang Krn malakin anak kelas 1 sampe tangannya dipelintir 😔. Aku ga ngerti kok bisa2nya anak kls 4 SD begitu. Makanya sempet serem anakku yg kls 1 bakal JD korban juga.
ReplyDeleteTapi setelah baca ini, iya sih, aku hrs banyak ngajarin hal2 lain ke anak, seperti melindungi diri, atau membiasakan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri. Itung2 jadi bekal utk menyelesaikan masalah di saat dewasa. Ga harus tergantung dr orang lain Yaa.
Ya ampun serem banget ya Mbaaaak 😭
DeleteSD aja udah kayak gitu. Makin takut anak kita bakal jadi korban.
Semoga kita bisa memilih cara yang tepat agar anak-anak kita bisa membela diri, melawan saat bahaya dan berani lapor ke orang dewasa.
baru kejadian disaya🤭
ReplyDeletekaget tiba2 ada bapaknya anak kecil datang kerumah nyari anak saya... saya bilang ada apa, ternyata anak bertengkar sampai baju temannya sobek2... bapaknya seperti tidak terima...padahal sudah saya jelaskan urusan anak jangan dibesar besarkan, apalagi anak masih kelas 1 SD, nanti juga baik lagi... alhasil kepancing emosi dan malah saya bentak bapaknya si anak...hampir erjadi baku pukul 🤭... suka bingung sama orang tua yg punya anak cengeng,anak ngadu langsung tersulut emosinya dan ikut campur... apa karena sering d8bela dan diperlakukan seperti itu ya ,makanya anak jadi manja dan tukang ngadu? seperti tidak bisa menyelesaikan masalah dengan temannya sendiri khawatir sampai besar behiu, ada apa2 ngadu dan dibela terus... padahal menurut keterangan anak saya ditendang duluan pas lagi sholawatan di mushollah... kasian bapaknya jadi malu🤭
Sabar ya, Mbak. Kadang naluri orang tua untuk melindungi anaknya memancing tindakan keliru. Memang PR banget sih nahan emosi pas lihat anak sendiri kenapa-kenapa. Tapi, alangkah baiknya lebih bijak lagi untuk mencari jalan tengah dan bertanya baik-baik. Mencari penyelesaian bersama agar anak bisa kita nasihati juga bersama.
Delete