Pernah sakit pas puasa Ramadan? Selain enggak enak, pasti mengganggu ibadah.
Atau pernah tiba-tiba tumbang pas Lebaran? Padahal jadwal sudah padat, mau silaturahmi ke rumah saudara, eh, malah terpaksa ditinggal.
Saya pernah merasakan dua-duanya!
Beberapa kali meriang, mual dan sakit kepala di pertengahan Ramadan. Memang bukan penyakit berat dan tidak sampai batal puasa. Namun demi memaksa puasa, saya harus berjuang lebih kuat untuk menahan ketidaknyamanan hingga berbuka. Minum paracetamol pun tak bisa. Salat jadi tidak khusyuk, target baca Alquran pun tak tercapai.
Pernah pula saat lebaran, anak saya yang sakit. Walau tak merasakan secara langsung, sebagai ibu, mau tak mau, saya harus menjaga anak di rumah. Bahkan bukan hanya saya, orang tua saya juga terpaksa membatalkan agenda demi ikut menjaga cucu pertama mereka saat itu. Lebaran yang harusnya penuh suka cita, malah berubah suram. Setelah capek berjaga, anak sembuh, gantian saya yang sakit karena terlalu lelah.
Kesimpulannya jelas, kondisi tubuh prima harus diupayakan selama Ramadan dan Lebaran. Agar ibadah tetap maksimal serta momen Idul Fitri tak perlu jadi tumbal.
Meski saat ini sudah kembali ke aktivitas normal, setidaknya cerita yang saya tulis bisa menjadi referensi untuk menjaga kesehatan keluarga di Ramadan dan Lebaran tahun-tahun berikutnya.
Ramadan Hingga Lebaran, Punya Jadwal Berbeda dengan Hari Biasa
Buat saya, mulai dari awal Ramadan, "hawa"-nya sudah tak lagi sama dengan hari biasa. Yang paling berpengaruh adalah adanya sahur. Bagi ibu-ibu seperti saya, jadwal memasak tentu harus menyesuaikan. Sedangkan bagi suami yang bekerja di jam normal, akan lebih sulit mengatur jam tidur, apalagi bila malamnya lembur.
Bicara Ramadan, seperti sudah setali dengan perayaan kemenangan setelahnya, yaitu Idul Fitri. Mendekati Lebaran, aktivitas mudik pun mulai ramai. Hectic-nya memantau harga tiket manjadi tradisi yang tak kalah memacu adrenalin bagi kami para perantau. Tak jarang sampai rela begadang menunggu jam sepi, berharap harganya tak terlalu tinggi.
Belum habis sampai di situ. Setelah tiket berhasil didapat, fisik dan mental harus siap untuk mudik ke kampung halaman. Sama saja hebohnya. Mulai dari packing, sibuk cari oleh-oleh hingga nanti bawa koper segede gaban ke bandara, plus dua bocah. Apalagi kemarin, saya dan anak-anak terpaksa mudik duluan karena suami masih ada pekerjaan yang belum bisa ditinggal. Wah, masih terasa deg-degannya saat pertama kali naik pesawat tanpa didampingi suami.
Sesampainya di kampung, menjelang Lebaran, saat lebaran dan beberapa hari setelah Lebaran, sudah berjejer daftar lokasi yang akan dikunjungi. Mulai dari rumah saudara, objek wisata, bahkan tempat makan hits yang tak mungkin dilewatkan. Tidak selalu santai dan mulus, ada kemacetan dan keramaian yang sudah pasti terjadi. Wajar, ada jutaan keluarga lain yang juga ingin menjamu anak atau saudaranya dari rantau.
Itu pun masih berlanjut hingga mudik balik ke realita. Koper yang awalnya satu, bisa berlipat menjadi dua. Belum lagi kardus-kardus makanan dan berbagai bekal. Saya yakin, ini pun juga sudah menjadi tradisi bagi anak-anak rantau. Barang bawaan dijamin beranak-pinak ketika kembali ke tanah peratauan. Jangan ditanya proses packing-nya, semuanya ikut menata agar koper dan kardus-kardus itu tak lagi bersisa sela kosong. Bagaimanapun caranya, semua harus terbawa.
Coba bayangkan, dengan jadwal segitu padatnya, yang satu bulannya harus berpuasa, bukankah berisiko menurunkan daya tahan tubuh?
Jangan salah tanggap. Saya bukan menyalahkan puasanya, jelas sangat menyehatkan tubuh. Tapi yang menyebabkan turunnya kesehatan adalah kurangnya kemampuan kita mengatur jadwal dan aktivitas yang sesuai dengan spesialnya waktu Ramadan dan Lebaran, sehingga tubuh rentan dengan efek kelelahan.
Misalnya saja jam istirahat. Inginnya tidak tidur lagi setelah sahur, namun mata mengantuk karena malamnya terpaksa menyelesaikan sisa kerjaan. Mau membayarnya dengan ikutan tidur siang bersama anak, tapi anaknya menolak tidur. Begitu terus sampai Lebaran usai.
Memang bukan sebuah kesengajaan, namun tetap saja ada risiko yang mengancam. Ketika jadwal berubah, sedangkan pekerjaan atau aktivitas tak bisa menyesuaikan, di saat itulah kita harus berpandai-pandai menjaga kesehatan. Apalagi untuk saya sebagai ibu, pengatur lalu lintas konsumsi keluarga, tentu saja harus cekatan memikirkan cara agar suami dan anak-anak tetap fit di tengah kesibukan Ramadan dan Lebaran.
Salah satunya dengan Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda.
Eh, memangnya bisa menjaga kesehatan sekeluarga? Bisa, dong!
Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda, Kandungannya Tepat Bermanfaat untuk Kesehatan Sekeluarga
Dimulai dari kebiasaan yang ibu saya contohkan, saya sering merebus dan meminum air rebusan jahe. Lagi pula, khasiat jahe sudah diakui baik untuk memelihara kesehatan tubuh. Apalagi di masa awal pandemi Covid-19 lalu, setiap minggunya, segelas air rebusan jahe hangat dicampur gula merah cair, rutin saya berikan kepada suami dan beberapa sendoknya untuk anak-anak.
Ini juga saya lakukan sebagai salah satu ikhtiar untuk menghindari gejala-gejala masuk angin. Penyakit yang bisa dibilang "penyakit tradisi" Indonesia karena faktanya dalam medis tidak ada yang namanya masuk angin. Tetapi nyatanya, masuk angin sangat sering terjadi dalam kehidupan kita, kehidupan saya.
Meski masuk angin dianggap biasa, namun dampaknya cukup memberatkan dan mengganggu aktivitas harian.
Gejala masuk angin sama persis dengan apa yang saya alami, yaitu mual, sakit kepala serta meriang yang kadang disertai demam. Anak saya pun juga memperlihatkan gejala yang sama saat tubuh mereka kelelahan, walau yang kentara hanya mual yang disertai muntah dan demam berdasarkan hasil cek suhu dengan termometer.
Sayangnya, belakangan ini saya keteteran karena padatnya urusan rumah tangga dan menulis. Sehingga rutinitas merebus jahe tak lagi diprioritaskan. Sebagai ibu milenial, saya langsung mencari alternatif produk dengan manfaat serupa. Saya tahu manfaat jahe dan sayang sekali bila membiarkan keluarga saya tidak lagi mendapatkannya. Bila ada produk jadinya saja, kenapa tidak?
Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda, itulah produk yang memberi solusi.
Merek sudah tidak asing, bukan? Merupakan sirup herbal masuk angin persembahan dari Deltomed, produsen obat herbal terkemuka di Indonesia yang sudah berpengalaman lebih dari 40 tahun.
Kenapa saya memilih kedua produk ini? Bukannya asal, tetapi karena saya memiliki alasan sendiri sebagai hasil dari searching sana-sini dan dilengkapi dengan pertimbangan sendiri. Sudah naluri untuk kepo dulu sebelum memilih produk. Terutama yang masuk ke tubuh dan diberikan untuk keluarga.
1. Kandungannya Tepat untuk Menggantikan Rebusan Jahe, Malah Lebih Lengkap
Antangin JRG mengandung jahe, royal jelly dan gingseng sebagai kepanjangan dari JRG-nya. Jahe berada di posisi pertama sebagai kandungan yang paling tinggi di setiap kemasannya. Selain itu, ada daun mint, biji pala, akar manis, kunyit, daun sembung dan madu. Lengkap sekali, bukan?
Bukan hanya jahe saja seperti air rebusan yang sering saya minum dulu. Semua kandungan dalam Antangin JRG punya khasiat yang sangat bermanfaat untuk meredakan gejala masuk angin seperti meriang, mual, kembung dan sakit kepala, serta membantu melegakan tenggorokan.
Antangin Habbatussauda juga tak kalah kandungannya. Sesuai nama, habbatussauda menjadi pendamping jahe sebagai komposisi tertinggi. Jintan hitam dari Timur Tengah ini sudah menjadi herbal yang semakin difavoritkan sejak pandemi Covid-19, karena fungsinya yang dapat memperkuat daya tahan tubuh.
Selain itu, dilengkapi juga dengan daun sembung, daun mint, biji pala, akar manis, kunyit, meniran dan madu. Dengan kandungan jahe dan daun mint yang lebih rendah, sensasi hangat Antangin Habbatussauda lebih soft. Namun tetap, manfaat utama Antangin Habbatussauda serupa, yaitu memelihara daya tahan tubuh dan meredakan gejala masuk angin.
Meski kedua produk ini banyak diulas dapat memberi manfaat yang sama, yaitu mengatasi masuk angin dan memelihara kesehatan tubuh, keluarga saya punya aturan minum sendiri. Kami memilih Antangin JRG ketika bergejala masuk angin saja. Karena Antangin JRG lebih hangat dan sangat bikin plong, serta sesuai juga dengan fungsi utamnya. Barulah ketika tubuh masih terasa baik-baik saja dan hanya ingin memelihara kesehatan saja, kami meminum Antangin Habbatussauda dengan kehangatan yang lebih ringan.
Kecuali untuk anak sulung saya, maunya cuma yang Antangin Habbatussauda saja. Ya sudah, tidak masalah.
2. Aman
Waspada soal keamanan produk yang diberikan kepada keluarga itu penting, apalagi untuk anak-anak. Alasan selanjutnya yang membuat saya percaya dengan Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda adalah keamanan produknya yang sudah terjamin.
Saya hobi sekali menyorot setiap logo dan angka yang ada pada label produk. Karena biasanya keamanan produk sering kali dilambangkan dari logo dan angka, seperti yang terpenting adalah logo halal MUI dan BPOM.
Untuk urusan kehalalan, Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda sudah mengantongi sertifikat halal dari MUI. Tentu ini syarat penting bagi saya yang beragama Islam. Begitu pula dengan urusan sertifikasi BPOM, tertera pula dalam kemasan kode HT112600041 untuk Antangin JRG dan kode TR202601241 untuk Antangin Habbatussauda. Saya pun sudah mengecek di situs BPOM bahwa kedua produk ini memang sudah benar-benar terdaftar.
Aman selanjutnya yang saya senangi adalah penyematan gelar "herbal"-nya. Saya masih percaya bahwa produk herbal terbuat dari bahan-bahan alami yang secara efek samping akan lebih ringan bila dibandingkan dengan produk non-herbal. Sangat menenangkan bila produk yang akan dikonsumsi rutin bergelar produk herbal, apalagi anak juga turut mengonsumsinya.
Pada bagian pojok kiri atas kemasan, ada logo berbeda pada Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda.
- Antangin JRG, dinyatakan sebagai Obat Herbal Terstandar (OHT) yang berarti terbuat dari ekstrak bahan alam, di mana khasiat dan kemananannya sudah teruji secara klinis, serta bahan bakunya sudah terstandarisasi. Proses produksinya sudah menggunakan teknologi maju.
- Antangin Habbatussauda dinyatakan sebagai Jamu yang berarti obat tradisional dari tanaman tradisional serta disajikan pula secara tradisional. Sama seperti jamu, cuma ini yang kemasan siap minumnya.
Sumber: itjen.kemdikbud.go.id
3. Praktis, Mudah Didapat, Harga Oke
Saya salah satu fans dari segala sesuatu yang praktis. Kemasan sachet sekali minum Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda jelasa sangat praktis untuk di bawa ke mana saja. Karena tidak semua aktivitas dilakukan di rumah. Saya saja yang ibu rumah tangga, pasti ada saatnya ke luar rumah, seperti mudik kemarin. Beberapa sachet Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda dengan mudahnya saya selipkan di sela tas.
Selain kemasan, tekstur sirup yang tak terlalu kental dan tidak lengket, sangat membantu untuk diminum di segala situasi. Berbeda dengan tablet atau bila teksturnya sirunya lebih kental, pasti saya membutuhkan air putih agar tertelan sempurna.
Terus, Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda juga mudah didapat. Di Jakarta, selalu saya lihat di seluruh apotik yang pernah saya kunjungi, serta nyaris di semua mini market atau super market yang saya masuki. Ketika saya mudik ke Padang lebaran lalu, di apotik kecil dekat rumah pun tetap ada, di mini market juga tersedia.
Harganya menurut saya lumayan stabil. Baik di Jakarta maupun di Padang, harganya masih sekitar 3000-an. Sangat oke bila dibandingkan dengan manfaat yang didapat. Apalagi bila disandingkan dengan aktivitas saya merebus jahe, mulai dari beli jahenya, membersihkannya, merebusnya dan menambahkan gula merahnya.
Jadi saat kehabisan Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda, tidak perlu khawatir. Masih bisa lanjut mengonsumsi produk Antangin ini meski kita tengah bepergian.
4. Bisa Dikonsumsi Sekeluarga
Saya dan suami bisa minum, orang tua saya yang berusia 60-an juga bisa minum dan anak di atas usia 6 tahun juga bisa minum. Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda bisa dikonsumsi dalam rentang usia yang jauh, sehingga seluruh anggota bisa menikmati manfaatnya.
Sebenarnya masih sepaket dengan kepraktisan tadi, saya tidak perlu ribet lagi mencari produk lain untuk orang tua dan anak saya. Dengan produk yang sama, bisa memelihara kesehatan sekeluarga.
Cara minum Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda yang dianjurkan adalah setelah makan dengan dosis 3 kali 1 sachet per hari untuk dewasa dan setengah sachet untuk anak usia 6-12 tahun. Bila ingin merasakan kehangatannnya dengan perlahan, boleh dicampur dengan setengah gelas teh tawar hangat setiap kali minum. Nah, kalau untuk mencegah mabuk kendaraan, minum 1 sachet dan setengah sachet untuk anak sebelum melakukan perjalanan.
Berhubung saat berpuasa jadwal makan kita berubah, yang awalnya tiga kali makan besar, menjadi dua kali saja, penerapan aturan minum 3 kali sehari tentu sukit dilakukan. Tinggal sesuaikan, cukup meminum satu atau dua kali saja sesuai jadwal makan berat, yaitu sahur dan berbuka. Dibawa santai, yang penting masih rutin diminum. Dan yang tak kalah penting, minum sebelum melakukan perjalanan mudik. Selama di jalan nyaman, sampai di kampung halaman kesehatan juga aman.
Saya suka dengan sensasi lega setelah meminum Antangin JRG. Menjalar dari hidung sampai perut. Bagi saya yang sudah tidak asing dengan sirup herbal masuk angin, sensasi ini menjadi hal biasa, malah yang saya nantikan. Kalau suami, lebih suka yang Antangin JRG, lebih "nendang" katanya. Tapi kalau saya, dua-duanya mah sama-sama enak. Hanya beda di "nendang"nya saja.
Bagi yang belum pernah mencoba, rasanya hampir sama dengan obat batuk hitamr rasa mint. Namun ini versi manis dan enaknya. Lebih kurang sensasi leganya hampir sama. Hanya saja Antangin mencapai hidung hingga perut, sedangkan obat batuk hanya tenggorokan saja, atau paling kuat hanya sampai hidung.
Anak sulung saya beda lagi, Antangin Habbatussauda menjadi yang lebih favorit. Maklum, maksimal masih merasakaan kehangatan air rebusan jahe ala saya, jadi batas hangat jahe yang nyaman di tenggorokannya belum seperti saya dan suami. Tak masalah, toh manfaatnya juga sama.
Bersama Antangin JRG dan Antangin Habbatussauda, tubuh jadi lebih siap dengan aktifitas padat saat Ramadan dan menyambut Lebaran.
Setidaknya, tubuh suami punya pertahanan lebih ketika bekerja saat harus berpuasa. Saya pun tetap fit meski bangun lebih cepat untuk menyiapkan sahur setiap hari. Anak saya juga tetap aktif bersekolah dengan kesehatan yang tetap terjaga. Ini akan berkesinambungan hingga mudik Lebaran, hari H Lebaran, mudik balik dan kembali lagi ke aktivitas normal usai berhari raya.
Biar semua lancar!
Tips Menjaga Daya Tahan Tubuh Selama Puasa Ramadan hingga Idul Fitri
Gorengan dan minuman manis favorit untuk berbuka, tapi riskan untuk kesehatan |
Untuk sehat, tak cukup hanya dengan satu upaya, namun berhubungan dengan semua hal terkait pola hidup. Saya tidak muluk-muluk, memperbaiki pola hidup secara keseluruhan dalam waktu singkat, jujur saya tak sanggup. Cukup yang sederhana dan mendasar saja, namun konsisten. Ternyata cukup ampuh juga menjaga kesehatan keluarga saya selama satu setengah bulan, mulai dari awal Ramadan, hingga mudik balik dari kampung halaman.
Bermodal coba-coba, Alhamdulillah ketemu juga cara yang paling cocok. Berikut lima tips yang saya terapkan pada keluarga untuk memaksimalkan pertahanan tubuh mereka.
1. Cukupkan Istirahat
Beribadah ekstra saat Ramadan, bekerja di siang harinya dan bercengkrama dengan keluarga besar di Hari Raya sering kali berimbas pada tersitanya jam istirahat. Namun harus tetap diupayakan untuk beristirahat saat senggang, atau menyenggangkan waktu untuk beristirahat. Kurangi aktivitas yang tidak terlalu urgent. Kalau memang tidak bisa mengurangi aktivitas dan gagal terus mengganti jam tidur malam yang kurang, manfaatkan waktu istirahat yang sedikit itu dengan langsung tidur sesampainya di kasur. Tidak usah nonton K-Drama dulu, scroll smartphone atau gadget lain berlayar biru. Karena menurut penelitian, ini akan membuat kantuk hilang dan semakin susah tidur. Oiya, jangan minum kopi juga saat mendekati jam tidur. Soalnya saya suka menyesal karena ini. Kuat melek sampai pagi, tapi besoknya tumbang.
2. Perhatikan Kandungan Makanan Konsumsi
Perut lapar saat berbuka puasa, acap kali membuat kita lupa diri. Semuanya dilahap. Apalagi gorengan dan minuman manis, mana bisa terlepas dari godaannya. Lanjut Ramadan usai, opor dan kuah santan ketupat pun sudah menanti. Ditambah lagi dengan kue-kue lebaran yang sekarang makin memanjakan lidah. Tanpa sadar, lemak menumpuk dan dampak lainnya bisa mengganggu kesehatan. Alasannya mainstream-nya sih, cuma sekali setahun, hajar aja.
Lalu sebaiknya gimana? Kembali ke ajaran dasar yang sering kita dengar, segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Kontrol selera kita dan ingatkan juga keluarga untuk makan secukupnya. Kalau merasa sudah banyak makan yang bersantan-santan, ya sudah istirahat dulu. Setidaknya kasih jeda. Diganti dengan buah atau sayuran. Nastar setoples jangan dihabiskan sendiri, bagi-bagi sama yang lain.
3. Beri Ruang Bila Tak Nyaman Di Keramaian
Ini khusus saat Lebaran. Sudah menjadi tradisi untuk berkumpul bersama sanak keluarga. Yang awalnya di rumah terbiasa hanya bertiga, tiba-tiba menjadi lebih dari 20 orang. Memang asyik sih, ramai dan hangat sekali bisa berbagi cerita, tertawa bersama.
Namun, bila rasanya sudah terlalu lelah mengurusi orang segitu banyak, terutama bagi ibu-ibu yang siap siaga soal urusan sajian, mending masuk dulu ke kamar sebentar atau sudut yang lebih sepi, agar tubuh bisa rileks sejenak.
Ini pun juga berlaku untuk anak-anak. Malah kalau terlalu berisik dan ramai, anak-anak bisa saja demam ringan tanpa sebab, terutama bayi. Saya pun juga tidak terlalu paham kenapa bisa begitu, tapi anak saya pernah mengalami ini. Setelah mencoba memberi sekali atau dua kali ruang untuk anak saya yang saat itu belum genap berusia satu tahun, di kamar hanya berdua, tidak ada lagi drama demam selama Lebaran.
4. Sisakan Satu Hari Kosong
Kalau yang satu ini tips jitu dari suami. Jauh lebih aman untuk kesehatan bila memberi jarak satu hari kosong, dalam artian kita tidak ke mana-mana, sebelum mudik dan mudik balik. Soalnya jadwal mudik tidak mungkin digeser, apalagi yang menggunakan transportasi umum yang tiketnya sudah dibeli jauh-jauh hari. Dari pada memaksa berkegiatan full sebelum melakukan perjalanan jauh, tubuh berisiko mengalami kelelahan. Kalau tiba-tiba drop pas mau berangkat, kan jadi masalah baru.
Kalau memungkinkan, ini juga bisa diterapkan di sela-sela agenda yang padat. Percaya deh, dengan satu hari hanya berada di rumah, tubuh sudah lebih siap untuk bepergian lagi esoknya.
5. Protokol Kesehatan Jangan Kendor!
Pandemi belum usai ya, guys. Saya termasuk orang yang sangat percaya akan kekuatan protokol kesehatan. Ini seperti tameng kita saat berada di luar rumah, di mana pun itu. Jadi, jangan sampai kendor maskernya dan cuci tangannya. Minimal dua ini saja, karena menjaga jarak susah diterapkan, apalagi saat mudik dan Lebaran.
Satu lagi yang penting. Di kampung saya dan kampung suami, sudah banyak yang tidak peduli dengan penerapan protokol kesehatan. Malah lebih banyak yang tidak pakai masker dari pada yang pakai saat salat Tarawih dan salat Ied. Nah, jangan sampai tergoda melepas masker juga. Tetap pakai untuk melindungi diri dan syukur-syukur bisa menjadi contoh.
***
Tips terakhir mengingatkan saya akan penyebaran virus baru yang menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) berpotensi menjadi pandemi, yaitu Hepatitis Akut Misterius. Padahal baru saja merasa lega karena Covid sebentar lagi akan jadi endemi.
Mengerikannya bagi saya yang memiliki dua anak, virus ini tercatat menyerang anak mulai dari usia 1 bulan hingga 16 tahun. Bahkan bahanya tak kalah luar biasa, bisa sampai cangkok hati dan menghilangkan nyawa. Sudah ada anak yang meninggal, dan itu di Jakarta, domisili saya.
Sejatinya, bukan hanya saat Ramadan dan Lebaran, kapan pun harus tetap mengutamakan kesehatan. Ini bukan lagi hal yang bersifat himbauan, namun kebutuhan. Hanya imunitas prima yang mampu melindungi kita, keluarga kita dan anak-anak kita dari penyakit. Entah itu ringan atau berat, tidak ada sakit yang enak. Tetap harus dilakukan upaya pencegahan maksimal.
Begitu pula pengajaran konsep hidup sehat pada anak. Sebagai orang tua, saya paham betul bahwa apa yang akan menjadi kebiasaan anak-anak, bermula dari kebiasaan yang saya contohkan. Tidak mungkin tiba-tiba anak menjadi peduli kesehatan, bila di lingkungan terdekatnya, yaitu keluarga, penerapan hidup sehat tak ada.
Pandemi mengajarkan satu hal penting, "Kesehatan kita menjadi penentu kesehatan orang lain"
Sehat kini tidak lagi berbicara tentang diri sendiri, namun melibatkan semua orang yang ditemui. Bahkan memungkinkan pula berdampak pada orang-orang yang kebetulan menyentuh barang yang pernah kita sentuh atau tak sengaja mengunjungi tempat yang sebelumnya kita kunjungi.
Terus langitkan doa agar kita semua selalu dilindungi.
Tingkatkan kewaspadaan, bukan ketakutan.
Jangan hanya sebatas kata, imbangi juga dengan praktiknya.
Semoga bermanfaat.
Minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin :)
Akupun sampai skr ga berani utk lepas masker atau stop minum suplemen vitamin. Bahkan abis keluar dari manapun juga, walo sebentara, aku ttp mandi lagi sampai rumah. Mungkin Krn udah terbiasa juga ya mba. Jadi badan udah ngerasa auto ga enak kalo dari luar tapi LGS tiduran ke kamar. Ga mau malah. Kebayang virus2 yg nempel di baju, jadi pindah ke kamar.
ReplyDeleteNaaah kalo Antangin ini aku juga selalu stok pas mau bepergian jauh. Biar ga masuk angin. Ga harus yg Antangin sih, merk 1 nya juga aku pake. Mana yg tersedia aja di supermarket 😄. Dan memang enak kok di badan. Paling suka kalo sedang traveling ke LN di saat winter. Minum Antangin ini kayak angeeet badan 😁
Sama Mbaaaakk...kalau udah ke luar rumah, padahal cuma beli apa gitu ke Ind*ma*et, pulangnya berasa ternodai virus sebadan-badan 😅
DeleteEh eh, Antangin go internasional ternyata. Waah baru tau akuuuuu
Thanks sharingnya Mbak
andalan aku juga nih mbak, meskipun cuman perjalanan luar kota yang memakan waktu 3 jam di jalan, kadang kondisi tubuh suka nggak ketebak, kadang kembung dan bisa bikin ga enak makan
ReplyDeletecara paling bagus ya kudu bawa bekal minuman herbal siap minum seperti Antangin ini. Kadang kalau udah di hotel mau nyari toko juga susah
Setuju, Mbak. Selama 3 jam itu kita kan nggak tau bakal diserang penyakit nakal apa aja. Pokoknya kuatin tameng biar aman.
DeleteWajib ikhtiar kalau soal kesehatan mah 👍🏻