Pernahkah kamu merasa begitu bahagia saat melihat orang lain tersenyum? Pasti pernah, jika senyuman itu tergurat dari wajah seseorang yang terlepas beban hidupnya karena uluran tanganmu. Terkesan sederhana, tapi sensasinya luar biasa. Kebahagaiaan yang hanya dapat dirasakan saat hidupmu berguna untuk sesama. Berkah Allah yang dititipkan kepadamu tidak menjadi sia-sia, karena kamu lebih memilih berbagi dari pada menikmatinya sendiri.
"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri ".
QS. Al-Isra': 7
Ah, itu cuma teori. Jika sebahagia itu, semua orang pasti berlomba menebar kebaikan. Yang kaya tanpa ragu menyisihkan hartanya untuk kaum dhuafa, yang pintar dengan senang hati membagi ilmunya tanpa dibayar, atau yang kuat akan segera merangkul yang lemah tanpa harus menunggu jatuh. Tapi kenyataannya tidaklah seperti itu.
Sedikit cerita nostalgia masa kecilku ini akan memperjelas bahwa bahagia karena berbuat baik bukanlah sebuah teori tanpa bukti.
'Aku kecil' berlari menuju kelas. Seperti biasa, aku telat. Semua murid sudah duduk di meja masing-masing bersiap memulai pelajaran.
"Untung Bu Guru belum masuk." batinku. Seolah menjadi bintang panggung, semua mata tertuju padaku saat berjalan menuju bangku.
"Eka, kamu hari ini piket. Lihat, baris ini masih kotor. Sudah tahu piket, malah telat!" Nilam (bukan nama sebenarnya) berbicara lantang seolah bangga dengan tindakannya.
Spontan aku menepuk jidat lalu merapatkan tangan di depan dada sebagai tanda permohonan maaf. Aku benar-benar lupa. Mungkin seisi kelas kesal karena ulahku ini.
Tak lama, Bu Guru memasuki kelas. Beruntungnya, seperti tidak ada kejadian apa-apa, jam pelajaran berlalu seperti biasa hingga bel istirahat berbunyi. Seketika semua murid berhamburan keluar kelas.
Saat berpapasan dengan Nilam, aku melihat tulang pipi kirinya sedikit membengkak. Sebenarnya penasaran ingin bertanya, tapi aku masih kesal dengan kejadian tadi. Akhirnya aku urungkan niat itu.
Namun selama jam pelajaran berikutnya, tanpa sadar aku selalu memperhatikan Nilam, meliriknya sesekali dari sudut mata. Pipinya tampak semakin bengkak dan merah. Sebelah matanya berair dan hampir tertutup. Dia tampak menahan sakit sambil mengipas-ngipas buku ke arah muka. Hingga lama-kelamaan aku sendiri yang tidak tahan, aku sangat kasihan padanya. Akhirnya setelah bertanya, teman sebangkuku menceritakan bahwa Nilam digigit lipan saat tidur tadi malam.
Entah angin apa yang membuat rasa kesalku hilang dan berubah menjadi iba. Aku ingin sekali membantu Nilam. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh anak kelas 3 SD seperti ini? Sekuat tenaga aku hilangkan rasa egois yang ada, dengan menyapa Nilam yang tengah duduk di bawah pohon pada jam istirahat kedua. "Nanti pasti ada jalan." pikirku.
"Nilam, itu kenapa?" kucoba memulai pembicaraan sambil menunjuk ke arah pipinya.
"Bengkak banget ya? Digigit lipan." jawabnya singkat.
Untung saja saat itu kami masih anak-anak yang tidak kenal dendam dan kesal berlarut-larut. Suasana jadi cepat mencair.
"Sudah ke dokter?" tanyaku.
"Biarkan saja, nanti juga sembuh sendiri. Lagian ke dokter kan mahal. Aku mana punya uang." Nilam menjawab santai. Padahal dahinya mengernyit menahan sakit.
"Kalau aku bayarin mau?" tanpa pikir panjang kucoba menawarkan bantuan. Nilam hanya menoleh dan tertawa kecil.
Aku ingat tabungan hasil THR (Tunjangan Hari Raya) kemarin yang masih tersisa 20 ribu. Zaman itu, uang 20 ribu sudah setara dengan 200 ribu. Aku yakin uang itu cukup untuk membawa Nilam berobat.
Nilam bukanlah dari keluarga berada. Beberapa kali aku pernah melewati rumahnya yang tampak kumuh dengan ramainya anak-anak bermain tanah di halaman. Keluarga Nilam memang keluarga besar, dengan 11 orang anak termasuk Nilam. Aku juga kurang tahu apa pekerjaan orang tuanya. Di sekolah, Nilam sudah lekat dengan label anak kurang mampu yang sering terlambat bayar SPP.
Singkat cerita, aku dan Nilam pergi ke klinik dekat sekolah berbekal uang tabungan 20 ribu yang sudah aku jemput ke rumah. Aku ingat betul total harga yang harus kami bayar saat itu, 19 ribu. Itu sudah termasuk obat dan biaya dokternya. Tidak ada reaksi khusus setelah itu, Nilam hanya mengucapkan terima kasih lalu kami pulang ke rumah masing-masing.
Satu hari Nilam tidak masuk sekolah. Aku selalu menunggu kehadirannya, takut saja jika obat kemarin tidak cocok dan membuat keadaannya semakin parah. Hingga akhirnya kekhawatiran itu hilang saat melihat Nilam kembali ceria memasuki kelas esok harinya. Kondisinya kembali normal meskipun masih ada sedikit bayangan kemerahan di pipinya. Alhamdulillah, Nilam sembuh.
Sama seperti sebelumnya, tidak ada perubahan sikap Nilam yang berarti setelah kejadian itu. Semuanya normal-normal saja. Aku dan Nilam juga tidak semakin akrab, kami tetap bermain dengan teman dekat masing-masing. Anehnya, aku tidak sakit hati sama sekali, yang ada hanyalah rasa bahagia bisa membantu Nilam untuk kembali sehat. Jika aku tidak membantu, bisa jadi kondisinya memburuk. Belum tentu aku bisa melihat tawanya hari itu. Aku benar-benar bahagia. Sampai sekarang pun bahagia itu masih bisa aku rasakan. Pertama kalinya, aku bisa bermanfaat untuk orang lain.
'Aku kecil' yang masih polos telah dimampukan Allah untuk berbagi kebaikan kepada orang lain. Melalui bantuan sederhana dan dengan cara yang sederhana ala anak-anak. Tanpa pamrih dengan niat murni untuk membantu. Apakah aku rugi? Tidak sama sekali. Rasa bahagia itu cukup membayar semua pengorbananku. Pelajaran berharga yang tertanam begitu dalam setelah kejadian itu seakan menjadi hadiah berikutnya yang aku terima. Aku paham betul bagaimana rasanya menjadi berguna dan betapa bahagianya menyelamatkan orang lain dari masalah yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri. Hingga detik ini, aku masih ingin mengulang kebahagiaan itu. Berbuat baik seakan menjadi candu.
Dilansir dari republika.co.id, sekelompok peneliti dari Universitas Zurich, Swiss, menemukan hubungan antara aktivitas berbuat baik dengan munculnya kebahagiaan. Hasil penelitian tersebut menyatakan, orang yang melakukan perbuatan baik, dalam hal ini digambarkan dengan kegiatan berderma atau memberikan sesuatu kepada orang lain, memiliki kecenderungan untuk lebih mudah merasakan bahagia. Kegiatan berbuat baik terhadap orang lain mengaktifkan neuron di otak yang disebut temporo-parietal junction (TPJ). TPJ inilah akhirnya ikut mengaktifkan neurons di ventral striatum, atau bagian otak yang diasosiasikan dengan munculnya kebahagiaan atau rasa bahagia.
"Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)".
QS. Ar-Rahman: 60
Menebar kebaikan tidak hanya semata-mata menolong permasalahan orang lain, tapi bermakna lebih dari itu. Dikutip dari nationalgeographic.grid.id, kebaikan dan kebahagiaan sebenarnya merupakan hubungan dua arah yang saling berpengaruh satu sama lain. Misalnya saja saat seseorang sedang dalam perasaan bahagia, mereka cenderung lebih mudah berbuat baik. Begitu pula dengan berbuat baik, yang telah diteliti ternyata bisa membuat seseorang merasa bahagia.
Ada beberapa mekanisme yang terlibat dalam hal ini.
- Memahami orang lain. Ketika melihat orang lain menunjukkan emosinya, bisa saja kita merasakan hal yang sama meskipun tidak mengalaminya. Contoh yang paling sering adalah saat melihat orang lain tertawa, tersenyum atau menangis yang sangat mudah menular.
- Melakukan sesuatu yang benar. Saat bertemu dengan orang yang memerlukan bantuan, ada dua reaksi yang akan terjadi yaitu mengabaikannya atau menolongnya. Faktanya, memilih untuk menolong akan jauh membuat perasaan nyaman dari pada mengabaikannya. Alasannya karena kita merasakan kelegaan yang sama seperti mereka dan menganggap telah melakukan sesuatu yang benar.
- Menciptakan koneksi. Dengan berbuat baik, besar kemungkinannya untuk membuka hubungan baru atau mengembangkan hubungan sosial yang sudah ada sehingga memberikan banyak hal positif.
- Identitas yang baik. Bukankah lebih bangga jika dikenal sebagai pribadi yang baik? Inilah kebahagiaan yang dirasakan oleh orang-orang yang gemar berbuat baik sehingga menonjolkan hal positif dalam dirinya.
- Kebaikan bisa datang kembali. Perbuatan baik yang dilakukan suatu saat akan kembali, baik secara langsung ataupun tidak. Misalnya orang yang yang pernah ditolong, mungkin saja akan memberikan pertongan kepada kita suatu saat nanti.
Jika semua orang berbuat baik, mungkin tidak ada lagi kesusahan di dunia ini. Bukankah orang kaya itu banyak, orang pintar itu banyak dan orang berkuasa itu banyak? Bisa saja mereka membantu orang miskin, orang tak berilmu atau orang yang tertindas. Tapi kenapa tidak semua orang bisa melakukannya? Termasuk aku sendiri yang terkadang masih lalai berbuat baik.
Pertanyaanku beberapa tahun lalu ini cukup lama mengganggu. Saat memikirkannya, aku merasa malu yang teramat sangat karena jarang sekali membantu orang lain dengan segala nikmat Allah yang dititipkan. Aku sadar dalam harta atau tenaga yang aku punya terdapat hak orang lain di dalamnya. Tapi kenapa aku tetap saja tidak bisa amanah menggunakannya? Lebih sibuk menyenangkan diri sendiri dari pada berbagi.
Akhirnya semua itu terjawab setelah aku diperingatkan.
Ternyata, aku belum dimampukan untuk berbuat baik kala itu.
Ternyata, aku belum dimampukan untuk berbuat baik kala itu.
Dulu, saat masih bekerja dan merasakan bagaimana indahnya hidup dengan penghasilan yang 'lumayan', sering kali membuatku lengah dengan hak orang lain yang juga tersimpan dalam tabunganku dan tanpa rasa bersalah digunakan untuk hal-hal duniawi. Aku jarang bersedekah, aku lupa membantu anak yatim dan kurang peduli dengan masalah orang lain. Bukannya aku tidak mau, entah kenapa aku merasa tidak ada kesempatan untuk menebar kebaikan karena tidak pernah dipertemukan dengan orang yang membutuhkan.
Sekarang, malah setelah menjadi ibu rumah tangga dengan penghasilan bulanan yang tidak semenarik dulu, aku malah lebih sering ikut berdonasi dan menyumbang melalui badan amal atau iuran sesama tetangga. Meskipun jumlahnya kecil, tapi kesempatan berbagi itu selalu datang. Kenapa dulu saat aku berjaya malah tidak pernah melakukannya?
Sekarang, malah setelah menjadi ibu rumah tangga dengan penghasilan bulanan yang tidak semenarik dulu, aku malah lebih sering ikut berdonasi dan menyumbang melalui badan amal atau iuran sesama tetangga. Meskipun jumlahnya kecil, tapi kesempatan berbagi itu selalu datang. Kenapa dulu saat aku berjaya malah tidak pernah melakukannya?
Dari pengalaman inilah aku menyimpulkan bahwa tidak semua orang dimampukan untuk menebar kebaikan. Banyak orang yang begitu mampu dari segi harta, ilmu, kekuasaan, kekuatan dan sebagainya. Tapi semuanya belum tentu dimampukan Allah untuk berbuat baik dengan segala anugerah yang dimiliki. Malah orang-orang yang bisa dibilang tidak mampu, tidak memiliki sesuatu yang lebih, akan dengan mudahnya menolong sesama ditengah keterbatasan. Kenapa? Karena dimampukan.
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui".
QS. Al-Baqarah: 261
Lalu bagaimana caranya agar kita dimampukan untuk menebar kebaikan?
Kehidupan dunia dan ambisi manusia sering membuat buta akan banyaknya masalah orang lain yang perlu dibantu. Berbuat baik tidak bisa hanya menunggu, tapi harus ada usaha untuk mencari. Jangan hanya menunggu kesempatan, tapi carilah kesempatan untuk menebar kebaikan. Dipertemukannya kita dengan orang-orang kurang beruntung dan membutuhkan bantuan, membuka peluang besar menumbuhkan rasa empati dan keinginan berbagi. Meyakinkan diri bahwa menjadi berguna jauh lebih baik dan membahagiakan, dapat memberikan dorongan untuk segera melakukan perbuatan baik. Apa gunanya menikmati hidup sendiri tanpa bermanfaat untuk orang lain? Dengan begini, kita akan dimampukan Allah dengan jalan-Nya untuk selalu menebar kebaikan.
Tidak percaya? Coba saja dulu, karena pengalaman tetaplah menjadi guru terbaik. Ingat, sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang berguna bagi manusia lainnya.
Bagiku, tidak perlu menunggu menjadi baik jika ingin berbuat baik. Bisa jadi perbuatan baik itulah yang menuntun kita berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Hal ini pernah dikisahkan oleh Baginda Rasulullah tentang seorang wanita (maaf) pezina dan seekor anjing.
Dari Abi Hurairah Radialohu'anhu dari Rasulullah SAW berabda, “Telah diampuni seorang wanita pezina yang lewat di depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia berkata, “Anjing ini hampir mati kehausan”. Lalu dilepasnya sepatunya lalu diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita itu karena memberi minum. (HR Bukhari).
Pernah suatu ketika disiang hari yang terik, berjalanlah seorang wanita (maaf) pezina. Ditengah perjalananya, ia bertemu dengan seekor anjing yang mengitari sumur tampak kehausan dan menjulurkan lidahnya berharap mampu meraih air. Kemudian wanita tersebut menanggalkan sepatunya dan turun ke dalam sumur untuk mengambil air tersebut dan memberikannya kepada anjing yang kehausan. Hingga anjing tersebut dapat kembali berjalan dengan segar dan bugar.
Dilansir dari akhwatmuslimah.com, dalam syarah Shahih Bukhari yaitu kitab Umdatul Qari jilid 15 halaman 277 disebutkan bahwa diantara faedah hadits ini adalah diterimanya amal seorang pelaku dosa besar asalkan dia seorang muslim. Dan bahwa Allah mungkin saja mengampuni dosa besar dengan amal yang kecil sebagai keutamaan.
Sadar atau tidak, banyak hal kecil yang kita anggap sepele ternyata bisa membawa pengaruh besar bagi orang lain. Contoh kecilnya bisa kita saksikan saat pandemi Corona ini. Hanya dengan berdiam diri di rumah saja, kita sudah berperan besar untuk memutus mata rantai penyebaran Corona. Banyak tenaga kesehatan yang menumpukan harapannya kepada hal sederhana ini. Bukankah menghabiskan waktu di rumah terkesan mudah? Padahal bagi banyak orang seperti tenaga medis, pedagang yang tidak bisa berjualan, perusahaan yang merugi atau orang tua di kampung yang rindu akan kepulangan anaknya, hal ini sangatlah berarti besar. Jika Corona hilang dan bumi kembali pulih, mereka semua bisa terbebas dari belenggu permasalahan tersebut. Ujungnya apa? Kebaikan kecil yang sederhana itu nantinya juga akan berbalik kepada diri sendiri dengan kembalinya keadaan seperti sedia kala. Siapa yang tidak rindu dengan keadaan negeri kita yang dulu? Rasanya masih seperti mimpi bukan? Kaki yang bebas melangkah menjadi tidak bisa kemana-mana lagi.
Selain itu, kebaikan juga bisa menular kepada orang lain dengan mudahnya. Misalnya saat ikut serta dalam kegiatan bantuan sosial atau kampanye tertentu. Semangat dan tenaga yang kita berikan bisa saja menularkan percikan semangat kepada orang lain untuk turut serta dan ambil bagian. Sehingga program yang dilakukan bisa memberikan sumbangsih lebih besar kepada yang membutuhkan.
Dilansir dari akhwatmuslimah.com, dalam syarah Shahih Bukhari yaitu kitab Umdatul Qari jilid 15 halaman 277 disebutkan bahwa diantara faedah hadits ini adalah diterimanya amal seorang pelaku dosa besar asalkan dia seorang muslim. Dan bahwa Allah mungkin saja mengampuni dosa besar dengan amal yang kecil sebagai keutamaan.
"Barangsiapa yang berbuat kebaikan (sebesar biji dzarrah),
niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang
berbuat kejahatan (sebesar biji dzarrah), niscaya dia akan
melihat (balasan) nya pula" .
QS. Az-Zalzalah: 7-8
Sadar atau tidak, banyak hal kecil yang kita anggap sepele ternyata bisa membawa pengaruh besar bagi orang lain. Contoh kecilnya bisa kita saksikan saat pandemi Corona ini. Hanya dengan berdiam diri di rumah saja, kita sudah berperan besar untuk memutus mata rantai penyebaran Corona. Banyak tenaga kesehatan yang menumpukan harapannya kepada hal sederhana ini. Bukankah menghabiskan waktu di rumah terkesan mudah? Padahal bagi banyak orang seperti tenaga medis, pedagang yang tidak bisa berjualan, perusahaan yang merugi atau orang tua di kampung yang rindu akan kepulangan anaknya, hal ini sangatlah berarti besar. Jika Corona hilang dan bumi kembali pulih, mereka semua bisa terbebas dari belenggu permasalahan tersebut. Ujungnya apa? Kebaikan kecil yang sederhana itu nantinya juga akan berbalik kepada diri sendiri dengan kembalinya keadaan seperti sedia kala. Siapa yang tidak rindu dengan keadaan negeri kita yang dulu? Rasanya masih seperti mimpi bukan? Kaki yang bebas melangkah menjadi tidak bisa kemana-mana lagi.
Selain itu, kebaikan juga bisa menular kepada orang lain dengan mudahnya. Misalnya saat ikut serta dalam kegiatan bantuan sosial atau kampanye tertentu. Semangat dan tenaga yang kita berikan bisa saja menularkan percikan semangat kepada orang lain untuk turut serta dan ambil bagian. Sehingga program yang dilakukan bisa memberikan sumbangsih lebih besar kepada yang membutuhkan.
"Aku ingin bersedekah tapi tidak pernah bertemu dengan orang yang benar-benar membutuhkan."
"Aku ingin berzakat, tapi mau diberikan kepada siapa? Pulang kerja saja sudah larut malam, mana sempat mencari penerima zakat?"
"Aku ingin sekali memberikan bantuan kepada tenaga medis yang menangani Corona. Tapi keluar rumah saja tidak bisa."
"Aku ingin sekali menyisihkan sebagian rezeki yang aku terima untuk membantu yatim piatu agar dapat hidup dan bersekolah dengan layak. Tapi aku bingung harus memberikannya kemana."
"Aku ingin berzakat, tapi mau diberikan kepada siapa? Pulang kerja saja sudah larut malam, mana sempat mencari penerima zakat?"
"Aku ingin sekali memberikan bantuan kepada tenaga medis yang menangani Corona. Tapi keluar rumah saja tidak bisa."
"Aku ingin sekali menyisihkan sebagian rezeki yang aku terima untuk membantu yatim piatu agar dapat hidup dan bersekolah dengan layak. Tapi aku bingung harus memberikannya kemana."
Sekarang ini bukan saatnya lagi keterbatasan waktu kerena kesibukan atau tidak adanya kesempatan dipertemukan dengan orang yang membutuhkan menjadi penghalang untuk menebar kebaikan. Kita semua dapat menebar kebaikan dengan mudah bersama Dompet Dhuafa. Segala bentuk bantuan materi yang diberikan akan dikelola dan disalurkan dengan amanah dan tepat sasaran kepada yang berhak.
Dompet Dhuafa adalah lembaga nirlaba milik masyarakat Indonesia yang berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa dengan dana ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, serta dana lainnya yang halal dan legal, dari perorangan, kelompok, perusahaan/lembaga). Bermula dari rasa empati komunitas jurnalis yang sering berinteraksi dengan masyarakat miskin dan kaum berada, akhirnya digagaslah manajemen penggalangan bersama dengan siapapun yang peduli kepada nasib dhuafa.
Dompet Dhuafa memiliki visi "Terwujudnya masyarakat dunia yang berdaya melalui pelayanan, pembelaaan dan pemberdayaan yang berbasis pada sistem yang berkeadilan" dan beberapa misi sebagai berikut.
- Membangun gerakan pemberdayaan dunia untuk mendorong transformasi tatanan sosial masyarakat berbasis nilai keadilan.
- Mewujudkan pelayanan, pembelaan dan pemberdayaan yang berkesinambungan serta berdampak pada kemandirian masyarkat yang berkelanjutan
- Mewujudkan keberlanjutan organisasi melalui tata kelola yang baik (Good Governance), profesional, adaptif, kredibel, akuntabel dan inovatif
Sedekah, infak, zakat, donasi dan bentuk bantuan lain akan disalurkan dalam 5 pilar program utama Dompet Dhuafa yang memiliki tujuan besar dalam mengentaskan kemiskinan, yaitu Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Sosial dan Dakwah serta Budaya.
Nah, pas sekali rasanya berbagi untuk menolong sesama dimasa-masa sulit seperti ini, yang membatasi ruang gerak kita untuk menyalurkan bantuan secara langsung. Dengan memanfaatkan jasa Dompet Dhuafa kita masih tetap bisa berperan besar dalam meringankan berbagai krisis karena pandemi Corona. Buktinya, Dompet Dhuafa sudah banyak melakukan gerakan ditengah pandemi demi meringankan beban sesama seperti Bagi-bagi 500 Paket Makanan Pokok untuk Pasien dan Tenaga Medis, Periksa Kesehatan Petugas Cek Poin PSBB Jakarta, Kolaborasi Kuatkan Ketahanan Pangan Di Tengah Corona Melalui Kebun Pangan Keluarga dan masih banyak lagi.
Bergabung bersama Dompet Dhuafa juga memberikan keuntungan lebih, yaitu diingatkannya dalam hal menebar kebaikan yang salah satunya adalah menunaikan zakat. Bulan Ramadahan yang sebentar lagi tiba tentunya menjadi waktu emas bagi umat Islam untuk beramal sebanyak dan sebaik mungkin. Membantu mereka yang membutuhkan agar dapat berpuasa dan berbuka hingga meraih kemenangan saat Idul Fitri nanti akan menjadi pahala besar di mata Allah dan berharga bagi sesama manusia. Contohnya adalah pengingat yang dikirimkan Dompet Dhuafa melalui email beberapa waktu lalu, lengkap dengan tombol yang mengarah langsung kepada halaman zakat untuk mempermudah penggunanya. Tersedia layanan pembayaran transfer yang bekerja sama dengan beberapa bank ternama, kalkulator zakat, donasi serta penjemputan zakat. Sangat membantu bukan?
Email Dompet Dhuafa yang mengingatkan berzakat di bulan Ramadhan |
Ayo, nikmati indahnya kebaikan berbagi bersama Dompet Dhuafa.
Philantrophy Building
Jl. Warung Jati Barat No.14 Jakarta Selatan 12540, Indonesia
Jl. Warung Jati Barat No.14 Jakarta Selatan 12540, Indonesia
Telepon : +62 21 7821292
Website : www.dompetdhuafa.org
Email : layandonatur@dompetdhuafa.org
Facebook : DompetDhuafaID
Instagram : dompetdhuafaorg
Twitter : dompetdhuafaorg
Youtube : Dompet Dhuafa
_______________________________
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa.
Gambar bersumber dari dokumen pribadi dan www.dompetdhuafa.org
Bahan rujukan :
www.dompetdhuafa.org
www.idntimes.com
www.nationalgeographic.grid.id
www.akhwatmuslimah.com
betul ya, apalagi kalau yang diberi memperlihatkan rasa syukur itu rasanya mak jleb gitu
ReplyDeleteBener banget, Mbak. Bahagianya tak ternilai lah pokoknya ^_^
Delete