Sedikit bernostalgia, saat aku masih kecil dulu, sekitar tahun 90-an, para orang tua sepertinya tidak terlalu dipusingkan dengan batas usia minimal anak untuk memasuki dunia sekolah. Kalau TK ya 5 tahun. SD ya 6 tahun. Satu angkatan pasti umurnya sama. Kalaupun ada yang lebih tua atau yang lebih muda, perbedaan usianya tidak terpaut terlalu jauh, palingan masih terhitung bulan.
Bagaimana sekarang?
Banyaknya sekolah anak usia dini yang bersedia menerima siswa dari usia anak yang masih sangat kecil, yaitu 1,5 tahun atau 2 tahun, membuat batas minimum anak bersekolah berada dalam range yang cukup besar. Ini berarti orang tua sudah bisa menyekolahkan anaknya semenjak berusia 1,5 tahun hingga 4 tahun yang sama-sama dilebeli dengan jenjang "Kelompok Belajar".
Sebenarnya setiap orang tua memiliki alasan sendiri untuk menentukan kapan sebaiknya anak mereka memulai bersekolah. Banyak faktor yang melatarbelakangi, seperti orang tua yang bekerja, perkembangan motorik anak yang bermasalah dan berharap bisa memperbaikinya dengan bantuan sekolah, atau memang si anaklah yang terlalu bersemangat untuk segera masuk sekolah. Tapi apapun kejadiannya, jangan sampai "ikut-ikutan" menjadi alasan utama orang tua untuk memasukkan anak sekolah diusia yang terlalu dini. Bisa saja anaknya belum siap, malah dipaksa sekolah. Inilah yang berbahaya. Alasan lainnya yang tidak berdasar adalah anggapan orang tua bahwa "lebih cepat memasukkan anak sekolah akan membuat sang anak lebih cerdas". Padahal faktanya tidaklah demikian.
Memang di sekolah anak usia dini, khususnya pada jenjang "Kelompok Belajar" atau pra-TK, cara ajarnya lebih menekankan kepada "belajar sambil bermain". Namun perlu diperhatikan juga, apakah anak sudah siap mematuhi peraturan-peraturan yang ada, bersosialisai dengan orang banyak atau berkomunikasi yang baik. Bisa jadi anak akan tertekan dan takut selama mengikuti kegiatan sekolah. Bukannya berdampak positif, malah membawa hal negatif dalam kehidupan anak.
Baca juga
Perhatikan 4 Hal Ini dalam Memilih Sekolah Anak Usia Dini
Toilet Training Tidak Semenakutkan yang Dibanyangkan, Kok. Ini Tipsnya!
10 Manfaat Mengikutsertakan Anak dalam Perlombaan
Mempersiapkan Mental Anak agar Terhindar dari Depresi
Pro-Kontra Memarahi Anak, Kamu Di Tim Mana?
Kenapa pemerintah Indonesia menetapkan usia 4-5 tahun sebagai usia yang paling tepat untuk memasukkan anak sekolah? Karena pada umumnya memang diusia inilah anak sudah mulai menunjukkan pribadi yang siap sekolah. Jadi, bisa disimpulkan bahwa bukan usialah patokan untuk menentukan kesiapan anak bersekolah, namun lebih kepada memperhatikan kesiapan fisik dan mental anak.
Kesiapan mental dan fisik bagaimanakah yang bisa dianggap sebagai pertanda bahwa anak siap sekolah?
Berkomunikasi dengan Baik
Ciri pertama dan penting adalah kemampuan komunikasi anak yang baik untuk mengungkapkan sesuatu. Bicaranya tidak harus fasih, namun anak sudah harua tahu bagaimana cara meminta tolong, menyampaikan perasaannya, atau sekedar menyapa. Misalnya meminta izin saat ingin ke toilet dan meminta bantuan saat mengalami kesulitan. Bukan hanya komunikasi satu arah, namun komunikasi dua arah pun juga sebaiknya sudah dikuasai anak agar anak bisa mendengarkan dan memahami apa yang dikatakan gurunya nanti saat sekolah.
Mandiri
Ciri kedua anak yang sudah siap bersekolah adalah sikapnya yang lebih mandiri dan tidak terlalu 'nempel' dengan orang tua. Mandiri yang dimaksud disini bukanlah mandiri dalam semua hal, tapi lebih kepada sikap anak yang sudah mulai bisa lepas dengan orang tua. Anak sudah mulai bisa main sendiri, bereksplorasi banyak hal tanpa harus dibuntuti orang tua, tertarik melakukan kegiatan kesehariannya secara mandiri, seperti makan, mengenakan baju, memakai sepatu, mandi, dan sebagainya.
Sudah Mengerti Instruksi
Ciri ketiga adalah kemampuan anak untuk mengerti apa yang dikatakan oleh orang tua dan melakukan instruksi kecil yang diberikan. Misalnya jika dimintai tolong mengambilkan tisu, maka anak bisa melakukannya sesuai dengan yang diminta. Jika dinasehati atau dilarang, anak sudah bisa menerima dan merespon dengan baik. "Tapi anakku kalau disuruh suka nggak mau. Apa dia belum siap sekolah?" Belum tentu. Dalam range usia tertentu, ada anak yang suka menunjukkan sikap-sikap menarik perhatian. Dia menganggap melakukan penolakan atau kebalikan dari instruksi yang diberikan akan membuat orang disekitarnya heboh, bahkan emosi. Bisa jadi jika orang lain yang meminta tolong, anak akan bergegas melakukannya. Hal ini bukan berarti anak tidak mampu menerima instruksi, tapi sebenarnya dia mengerti namun menolak untuk melakukannya karena suatu alasan. No problem.
Tertarik dengan Alat Tulis
Ciri keempat adalah ketertarikan anak untuk menggunakan alat tulis. Bisa saja untuk sekedar membuat garis yang tidak jelas, mewarnai atau membuat deretan titik tanpa makna. Aku sempat merasakan perubahan ini saat usia anakku melebihi 3 tahun. Sebelumnya, dia benar-benar tidak mau memegang alat tulis meskipun sudah dibelikan berbagai macam bentuk pensil warna dan buku gambar. Padahal anak seusianya kala itu sudah banyak yang lihai menggunakan alat tulis seperti spidol dan pulpen. Takut? Iya. Tapi menunggu dengan sabar adalah kunci utama mendampingi perkembangan anak. Akhirnya setelah melewati usia 3 tahun, dia sudah mulai sering meminta kertas dan spidol dalam jam bermainnya. Awalnya yang hanya membuat garis acak-acakan dengan penekanan yang tidak sama, semakin lama guratan tangannya semakin stabil. Bahkan sudah bisa membuat lingkaran penuh tertutup dan menirukan beberapa huruf alfabet. Itu terjadi begitu saja meskipun dia belum bersekolah.
Tidak Masalah saat Tidurnya Diinterupsi
Ciri kelima ini sering kali dianggap remeh oleh orang tua. Anak yang siap bersekolah tidak masalah jika waktu tidurnya harus dibatasi oleh jadwal jam masuk sekolah. Meskipun dibangunkan pagi hari, anak terlihat oke-oke saja dalam menjalankan aktifitas kesehariannya. Tidak rewel dan mampu menahan diri untuk tetap mengikuti kegiatan. Orang tua bisa melakukan tes kecil-kecilan dengan membangunkan anak di pagi hari untuk jogging bersama. Jika anak berhasil melawan rasa kantuknya dan segera bangun, serta bisa ber-jogging ria tanpa banyak rengekan, maka anak telah terbukti siap untuk sekolah.
Meminta Bersekolah
Ciri keenam dan lumayan sering terjadi adalah permintaan sendiri dari anak untuk segera dimasukkan sekolah. Permintaan ini bukanlah berupa rengekan anak usia 1 tahun saat melepas kakaknya yang akan berangkat sekolah, namun benar-benar keluar dari mulut anak secara sadar, yakin dan berulang-ulang. Biasanya, jika kelima ciri-ciri sebelumnya telah terjadi pada anak, maka permintaan untuk dimasukkan ke sekolah pasti akan segera diungkapkannya. Disaat inilah sebaiknya orang tua sudah mulai mencari sekolah yang tepat untuk anak.
Perlu digarisbawahi, pertumbuhan dan perkembangan masing-masing anak berbeda, begitu pula dengan fisik dan mentalnya. Bisa saja anak yang satu telah menunjukkan kesiapan bersekolah saat berusia 3 tahun, namun anak lain diusia yang lebih tua. Keadaan lingkungan sekitar anak juga bisa menjadi faktor penentu. Misalnya orang tua yang bekerja dan menitipkan anak di daycare. Karena sama-sama harus bangun pagi, maka orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya diusia 2 tahun agar waktu anak selama di tempat penitipan bisa semakin berkualitas. Toh, sekolahnya di daycare juga.
Semoga bermanfaat.
Menurut Psikologi Indonesia, menyekolahkan anak terlalu dini dapat menyebabkan BLAST (Bored, Lonely, Angry/Afraid, Stress, Tired) pada anak yang bisa berdampak buruk bagi perkembangannya - dikutip dari parenting.orami.co.id.
Thomas Dee, salah satu peneliti dan juga profesor di Stanford Graduate School of Education memberikan pernyataan, "Kami menemukan bahwa menunda anak masuk sekolah TK satu tahun, mengurangi tingkat hiperaktifitas dan kurangnya fokus perhatian anak hingga 73%. Hal ini terjadi pada rata-rata anak berusia 11 tahun." - dikutip dari id.theasianparent.com
Pemerintah Indonesia sendiri menetapkan usia 4-5 tahun sebagai usia untuk masuk ke sekolah (TK atau sederajatnya) - dikutip dari popmama.com
Sebenarnya setiap orang tua memiliki alasan sendiri untuk menentukan kapan sebaiknya anak mereka memulai bersekolah. Banyak faktor yang melatarbelakangi, seperti orang tua yang bekerja, perkembangan motorik anak yang bermasalah dan berharap bisa memperbaikinya dengan bantuan sekolah, atau memang si anaklah yang terlalu bersemangat untuk segera masuk sekolah. Tapi apapun kejadiannya, jangan sampai "ikut-ikutan" menjadi alasan utama orang tua untuk memasukkan anak sekolah diusia yang terlalu dini. Bisa saja anaknya belum siap, malah dipaksa sekolah. Inilah yang berbahaya. Alasan lainnya yang tidak berdasar adalah anggapan orang tua bahwa "lebih cepat memasukkan anak sekolah akan membuat sang anak lebih cerdas". Padahal faktanya tidaklah demikian.
Memang di sekolah anak usia dini, khususnya pada jenjang "Kelompok Belajar" atau pra-TK, cara ajarnya lebih menekankan kepada "belajar sambil bermain". Namun perlu diperhatikan juga, apakah anak sudah siap mematuhi peraturan-peraturan yang ada, bersosialisai dengan orang banyak atau berkomunikasi yang baik. Bisa jadi anak akan tertekan dan takut selama mengikuti kegiatan sekolah. Bukannya berdampak positif, malah membawa hal negatif dalam kehidupan anak.
Baca juga
Perhatikan 4 Hal Ini dalam Memilih Sekolah Anak Usia Dini
Toilet Training Tidak Semenakutkan yang Dibanyangkan, Kok. Ini Tipsnya!
10 Manfaat Mengikutsertakan Anak dalam Perlombaan
Mempersiapkan Mental Anak agar Terhindar dari Depresi
Pro-Kontra Memarahi Anak, Kamu Di Tim Mana?
Kenapa pemerintah Indonesia menetapkan usia 4-5 tahun sebagai usia yang paling tepat untuk memasukkan anak sekolah? Karena pada umumnya memang diusia inilah anak sudah mulai menunjukkan pribadi yang siap sekolah. Jadi, bisa disimpulkan bahwa bukan usialah patokan untuk menentukan kesiapan anak bersekolah, namun lebih kepada memperhatikan kesiapan fisik dan mental anak.
Kesiapan mental dan fisik bagaimanakah yang bisa dianggap sebagai pertanda bahwa anak siap sekolah?
Berkomunikasi dengan Baik
Ciri pertama dan penting adalah kemampuan komunikasi anak yang baik untuk mengungkapkan sesuatu. Bicaranya tidak harus fasih, namun anak sudah harua tahu bagaimana cara meminta tolong, menyampaikan perasaannya, atau sekedar menyapa. Misalnya meminta izin saat ingin ke toilet dan meminta bantuan saat mengalami kesulitan. Bukan hanya komunikasi satu arah, namun komunikasi dua arah pun juga sebaiknya sudah dikuasai anak agar anak bisa mendengarkan dan memahami apa yang dikatakan gurunya nanti saat sekolah.
Mandiri
Ciri kedua anak yang sudah siap bersekolah adalah sikapnya yang lebih mandiri dan tidak terlalu 'nempel' dengan orang tua. Mandiri yang dimaksud disini bukanlah mandiri dalam semua hal, tapi lebih kepada sikap anak yang sudah mulai bisa lepas dengan orang tua. Anak sudah mulai bisa main sendiri, bereksplorasi banyak hal tanpa harus dibuntuti orang tua, tertarik melakukan kegiatan kesehariannya secara mandiri, seperti makan, mengenakan baju, memakai sepatu, mandi, dan sebagainya.
Sudah Mengerti Instruksi
Ciri ketiga adalah kemampuan anak untuk mengerti apa yang dikatakan oleh orang tua dan melakukan instruksi kecil yang diberikan. Misalnya jika dimintai tolong mengambilkan tisu, maka anak bisa melakukannya sesuai dengan yang diminta. Jika dinasehati atau dilarang, anak sudah bisa menerima dan merespon dengan baik. "Tapi anakku kalau disuruh suka nggak mau. Apa dia belum siap sekolah?" Belum tentu. Dalam range usia tertentu, ada anak yang suka menunjukkan sikap-sikap menarik perhatian. Dia menganggap melakukan penolakan atau kebalikan dari instruksi yang diberikan akan membuat orang disekitarnya heboh, bahkan emosi. Bisa jadi jika orang lain yang meminta tolong, anak akan bergegas melakukannya. Hal ini bukan berarti anak tidak mampu menerima instruksi, tapi sebenarnya dia mengerti namun menolak untuk melakukannya karena suatu alasan. No problem.
Tertarik dengan Alat Tulis
Ciri keempat adalah ketertarikan anak untuk menggunakan alat tulis. Bisa saja untuk sekedar membuat garis yang tidak jelas, mewarnai atau membuat deretan titik tanpa makna. Aku sempat merasakan perubahan ini saat usia anakku melebihi 3 tahun. Sebelumnya, dia benar-benar tidak mau memegang alat tulis meskipun sudah dibelikan berbagai macam bentuk pensil warna dan buku gambar. Padahal anak seusianya kala itu sudah banyak yang lihai menggunakan alat tulis seperti spidol dan pulpen. Takut? Iya. Tapi menunggu dengan sabar adalah kunci utama mendampingi perkembangan anak. Akhirnya setelah melewati usia 3 tahun, dia sudah mulai sering meminta kertas dan spidol dalam jam bermainnya. Awalnya yang hanya membuat garis acak-acakan dengan penekanan yang tidak sama, semakin lama guratan tangannya semakin stabil. Bahkan sudah bisa membuat lingkaran penuh tertutup dan menirukan beberapa huruf alfabet. Itu terjadi begitu saja meskipun dia belum bersekolah.
Tidak Masalah saat Tidurnya Diinterupsi
Ciri kelima ini sering kali dianggap remeh oleh orang tua. Anak yang siap bersekolah tidak masalah jika waktu tidurnya harus dibatasi oleh jadwal jam masuk sekolah. Meskipun dibangunkan pagi hari, anak terlihat oke-oke saja dalam menjalankan aktifitas kesehariannya. Tidak rewel dan mampu menahan diri untuk tetap mengikuti kegiatan. Orang tua bisa melakukan tes kecil-kecilan dengan membangunkan anak di pagi hari untuk jogging bersama. Jika anak berhasil melawan rasa kantuknya dan segera bangun, serta bisa ber-jogging ria tanpa banyak rengekan, maka anak telah terbukti siap untuk sekolah.
Meminta Bersekolah
Ciri keenam dan lumayan sering terjadi adalah permintaan sendiri dari anak untuk segera dimasukkan sekolah. Permintaan ini bukanlah berupa rengekan anak usia 1 tahun saat melepas kakaknya yang akan berangkat sekolah, namun benar-benar keluar dari mulut anak secara sadar, yakin dan berulang-ulang. Biasanya, jika kelima ciri-ciri sebelumnya telah terjadi pada anak, maka permintaan untuk dimasukkan ke sekolah pasti akan segera diungkapkannya. Disaat inilah sebaiknya orang tua sudah mulai mencari sekolah yang tepat untuk anak.
Perlu digarisbawahi, pertumbuhan dan perkembangan masing-masing anak berbeda, begitu pula dengan fisik dan mentalnya. Bisa saja anak yang satu telah menunjukkan kesiapan bersekolah saat berusia 3 tahun, namun anak lain diusia yang lebih tua. Keadaan lingkungan sekitar anak juga bisa menjadi faktor penentu. Misalnya orang tua yang bekerja dan menitipkan anak di daycare. Karena sama-sama harus bangun pagi, maka orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya diusia 2 tahun agar waktu anak selama di tempat penitipan bisa semakin berkualitas. Toh, sekolahnya di daycare juga.
Semua pilihan tetap berada ditangan orang tua. Pilihlah keputusan yang tepat dalam menentukan usia siap sekolah anak. Jangan malu bertanya, jangan malas mencari informasi. Karena masa depan anak sangat dipengaruhi oleh kehidupan masa kecilnya.
Semoga bermanfaat.
Keren mba. Memang menyekolahkan dan tidak hak mutlak orang tua, setidaknya kalau mencari sekolah dan mau menyekolahkan harus benar dulu niatnya 😃. Sejatinya pendidikan terbaik anak-anak adalah dari contoh orang tua serta pengasuhan orang-orang terdekatnya
ReplyDeleteBenar Mbak, keluarga terutama orang tua tetaplah menjadi sekolah utama untuk anak.
Deletebanyak ortu ayng suka abngga kalau anaknay sdh sekolah tapi masih mdua umurnya
ReplyDeleteIya realitanya sekarang memang begitu Mbak
DeleteAkhirnya beberapa pertanyaan yg belakangan lalu-lalang dikepala terjawab sudah. Thanks for sharing mba, skrg udah ga galau lagi soal nyekolahin anak
ReplyDeleteSama-sama Mbak ^_^
Delete