Source : freepik.com |
Hai moms, adakah yang lagi
merasakan hal yang sama? Yang lagi galau milih ngerawat anak sendiri atau tetap
bekerja? Inilah yang kurasakan beberapa minggu yang lalu.
Batin seorang ibu
nggak bakalan bisa bohong, pasti ingin selalu dekat dengan anaknya dan bisa melihat
setiap tumbuh kembangnya. Sebelum aku melahirkan anak pertamaku Byan, tak
pernah sedetikpun aku berpikir untuk berhenti kerja. Mengingat betapa kerasnya
perjuanganku agar bisa lulus seleksi CPNS di salah satu instansi pemerintah
yang tergolong oke dan sampai akhirnya aku diangkat menjadi PNS di kantor pusat
Jakarta. Aku sudah mempunyai pegangan hidup sampai aku tua nanti. Tak terkira
kebahagiaan orang tuaku saat itu karena aku bisa menjadi anak yang membanggakan
mereka. Yang pasti saat anakku lahir nanti, setelah 3 bulan dan masa cuti
berakhir, Byan ditinggal di rumah bersama pengasuh. Simple. Begitulah yang
kebanyakan ibu pekerja lakukan dan aku menganggapnya wajar. Apalagi aku PNS yang kerjanya lebih santai
dari pada karyawan swasta. Masih bisa pulang lah kalau ada masalah yang
mendesak.
Tapi semua itu berubah setelah
Byan hadir. Aku mulai berubah pikiran.
Kok rasanya nggak tega ya ninggalin anak
sama pengasuh? Nanti kalo pengasuhnya nggak sabar terus Byan diapa-apain
gimana? Apalagi banyak berita pengasuh yang menganiaya anak bahkan ada yang
sampai meninggal. Atau dititipkan di daycare aja? Kan pengasuhnya lebih
berpengalaman? Tapi kok masih nggak yakin ya takut Byan diapa-apain juga, kan
aku nggak ada disana buat ngawasin. Cari daycare yang ada cctv onlinenya aja biar
bisa mantau dari kantor? Tapi kok ya batinku masih tetap nggak terima ya? Kok aku
ibunya malah milih buat ngurusin berkas-berkas dikantor? Apalagi dengan beban
kerja yang nggak begitu berat.
Disaat aku santai begitu apakah Byan juga lagi ketawa? kalau dia lagi ketawa,
malah ketawanya sama orang lain bukan sama aku. Atau malah lagi nangis? Aku malah
nggak ada disana buat memeluknya. Aku merasa jadi orang yang egois. Byan lebih
butuh aku sebagai ibunya, bukan orang lain.
Saya sebagai anak yang memiliki
orang tua pekerja pernah merasakan bagaimana rasanya hidup bersama pengasuh. Nggak
semua pengasuh itu baik. Jadi ya untung-untungan dapat pengasuh yang bener apa
nggak. Jujur aku sangat membutuhkan kehadiran orang tua disisiku. Aku tau
mereka bekerja demi mencukupi kebutuhanku nanti. Tapi tetap juga aku merasa iri
dengan teman-teman yang selalu bisa bersama ibunya. Sepulang sekolah ada yang
menyambut dirumah, bukan seperti aku yang harus membawa kunci rumah sendiri
setiap hari. Melakukan apa-apa sendiri.
Ya nggak semua anak juga sih merasakan
hal yang sama. Ada juga yang lebih bangga memiliki ibu pekerja dan nggak
masalah ditinggal dirumah bersama pengasuh atau bahkan ditinggal sendiri. Mereka
bisa lebih mandiri.
Pengalaman ini malah membuat
kebingunganku bertambah.
Berminggu-minggu aku selalu
dibayang-bayangi oleh pemikiran-pemikiran itu. Suamiku selalu menenangkan bahwa
semua ibu pekerja awalnya pasti merasakan hal seperti itu. Pasti nggak mau
pisah sama anaknya setelah 3 bulan bersama. Lama-lama juga udah santai kok. Okelah
kalo keadaan yang memaksa untuk bekerja, tapi aku kan masih punya pilihan
karena suami masih kerja dan rasanya masih bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Terus
nanti kalo aku berhenti kerja dirumah mau ngapain? Sekarang okelah masih sibuk
ngurusin Byan, nanti kalo dia udah sekolah aku pasti bosan dirumah nggak
ngapa-ngapain dan malah jadi stress. Stres itu kita yang nyiptain sendiri kok, kalo
kita bisa menata hidup dengan baik nggak bakalan stress. Tergantung masing-masing
orangnya.
Mungkin karena aku nggak sekuat
ibu-ibu pekerja lainnya, aku malah semakin ketakutan berpisah dengan Byan. Di setiap
waktu sholat aku selalu meminta petunjuk dan diberi ketenangan. Tapi tetap juga
tak merubah apapun.
Baca juga : Dalam Setiap Pilihan Pasti Ada yang Dikorbankan
Seminggu sebelum waktu cuti
berakhir, aku dan suami mengunjungi daycare didekat rumah. Sebelumnya kami
sudah mencoba dua orang pengasuh, tapi ya kelakuannya aneh-aneh. Makin nggak
percaya dong ninggalin Byan sama pengasuh berdua aja dirumah. Sedangkan ada aku
dirumah aja mereka berani macem-macem, apalagi aku kerja nanti?. Kembali ke
daycare, rencananya kami akan menitipkan Byan di sana dan kami yakin ini pilihan
yang tepat karena dua anak tetangga kami dititipkan di daycare ini. Dan kami
lihat pertumbuhan mereka baik dan sehat. Disepakatilah untuk trial satu hari
agar lebih meyakinkanku menitipkan Byan disana. Namanya daycare pasti ngasih
cerita yang bagus-bagus tentang kinerja mereka. Nggak mungkin kan mereka cerita
saat anak-anak yang mereka asuh sering nangis dan rewel saat berada disana (saking
nggak yakinnya malah berpikiran yang jelek-jelek, padahal belum tentu juga
kayak gitu, banyak juga kok daycare yang bagus).
Pagi itu sangat berat rasanya aku
mulai menitipkan Byan di daycare. Aku selalu mencoba menenangkan diri bahwa semuanya
akan baik-baik saja. Semua perlengkapan Byan sudah masuk ke dalam tas. Aku pun
sudah siap berangkat. Tapi tiba-tiba saja suamiku bilang mau ngobrol serius
sebentar, aneh banget. Nggak nyangka aku mendengar sebuah pernyataan suami yang
mungkin tak akan pernah aku lupakan seumur hidup. Suamiku bilang “Kok rasanya
tega banget ya nitipin Byan ke orang lain? Padahal kita mampu buat mengasuhnya
sendiri”. Aku langsung nangis-nangis bilang terima kasih, terima kasih buat
Allah karena sudah menjawab doa-doaku, terima kasih buat suamiku yang akhirnya
mengerti apa yang aku rasakan. Mulai detik itu juga tanpa ragu aku memutuskan
untuk resign dan suami mendukung sepenuhnya.
Ini hanya menceritakan apa yang aku alami. Tidak ada maksud lain. Memilih bekerja atau tidak, itu hak masing-masing ibu dan tidak ada pilihan yang salah. Setiap ibu pasti akan melakukan apapun yang terbaik untuk anaknya.
Aku sadar pasti akan banyak yang
tidak setuju dengan pilihan kami. Pasti akan ada perjuangan yang berat setelah
ini. Tapi inilah pilihan. Mau memilih bekerja sambil mengasuh, atau mengasuh sambil
bekerja? Dan aku memilih yang kedua. Banyak rencana yang akan aku dan suami
jalankan setelah ini. Aku akan mencari sumber rezeki lain tanpa harus meninggalkan Byan. Selagi niatnya baik, InsyaAllah hasilnya akan
baik. Rezeki masing-masing anak sudah dijamin sama Allah kok. Yakin, Berusaha
dan Berdoa. Doakan ya moms.
Semoga bermanfaat.
Nyasar kesini, hiks... Makasih loh mbak nov saya jadi merasa bangkit lagi nih wkkwkwk.. semenjak full time jadi IRT saya sering merasa nggak berharga gitu terutama di depan orangtua hikss... Alhamdulillahnya suami selalu support dengan apa yang saya lakukan termasuk pelan2 aktif ngeblog lagi. Suami pun nggak melarang kalau suatu saat mau bekerja tapi kalau bisa jangan yang full time gitu kerjanya *kerjaapacoba :D
ReplyDeleteAlhamdulillah suami selalu ada ya, Mbak. Aku juga gitu, suami yang paling menguatkan. Sekarang sudah biasa lagi, nggak sebaper dulu hehe.
DeleteNgeblog juga bisa jadi pekerjaan lo, Mbak 👍🏻
Stiap semalem nangis trs rasanya blm ikhlas utk resign dr kantor, msh ada rs bimbang dan keraguan, krn byk masukan dr kluarga sndri terutama orgtua utk ttp krj tp suami udh menyuruh utk resign ketika nti lahir, bingung ketika butuh suport system dr keluarga sndri namun malah nyuruh utk ttp krja:(
ReplyDeleteCoba tanya kepada diri sendiri, Mbak. Lebih condong resign atau tetap bekerja. Bagaimanapun tetap ibu yang bakal menjalani, pasti ibu yang paling tahu apa yang dibutuhkan.
DeleteSemangat, Mbak 💪🏼